JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akan menampung dan mengkaji usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengevaluasi pemilihan kepala daerah yang selama ini dilaksanakan secara langsung.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyebut usul tersebut sempat disampaikan Tito saat mendampingi Jokowi bertemu dengan Komisioner Komisi Pemilihan Umum, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (11/11/2019) pagi ini.
"Ada disinggung (soal Pilkada lewat DPRD). Tapi tidak dibahas," kata Mahfud kepada wartawan usai pertemuan.
Baca juga: KPU-Bawaslu Setuju Pilkada Langsung Dievaluasi, tetapi...
Presiden Jokowi sendiri belum menyampaikan sikap apakah setuju atau tidak atas usul Tito tersebut.
"Nanti dibahas semuanya, artinya semua ditampung dulu, semua ide ditampung. Posisi tadi kan KPU yang melapor. Kalau secara internal, nanti kita akan bicara," lanjut dia.
Saat ditanya wartawan soal pendapat pribadinya mengenai kekurangan dan kelebihan pilkada langsung atau melalui DPRD, Mahfud juga enggan berkomentar banyak.
Ia hanya menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada sikap resmi yang diambil pemerintah.
Baca juga: Mendagri Ingin Pilkada Langsung Dievaluasi, Nasdem Tak Ingin Mundur
"Pemerintah belum punya pendapat resmi, kami baru saling lempar ide. Jadi belum dibahas dan belum ada kesimpulan. Tapi tentu akan dibahas," kata Mahfud.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian mempertanyakan apakah Pilkada langsung masih relevan saat ini.
Hal itu dikatakan Tito saat ditanya persiapan Pilkada oleh wartawan, usai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, (6/11/2019).
"Tapi kalau dari saya sendiri justru pertanyaan saya adalah apakah sistem poltik pemilu Pilkada ini masih relevan setelah 20 tahun," kata Tito seperti dikutip dari Tribunnews.
Sebagai mantan Kapolri, ia tidak heran apabila banyak kepala daerah yang terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Baca juga: Pro Kontra Pilkada Langsung dan Pertanda Kemunduran Demokrasi...
Hal itu karena besarnya ongkos politik yang dikeluarkan pasangan calon, karena sistem pilkada langsung.
"(Pilkada langsung) banyak manfaatnya yakni partisipasi demokrasi, tapi kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau nggak punya Rp 30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata dia.
Tito berpandangan bahwa mudarat pilkada langsung tidak bisa dikesampingkan. Oleh karena itu, ia menganjurkan adanya riset atau kajian dampak atau manfaat dari pilkada langung.