JAKARTA, KOMPAS.com — Tidak meratanya distribusi dokter spesialis di sejumlah wilayah dinilai menjadi salah satu akar persoalan kurang maksimalnya pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah.
Keengganan para dokter spesialis ini mengabdi di daerah bukan tanpa alasan. Minimnya fasilitas kesehatan yang ada disinyalir menjadi salah satu alasan.
Di lain pihak, upaya pemerintah untuk memeratakan distribusi tersebut justru terganjal oleh putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis yang diterbitkan Presiden Joko Widodo.
Kini, pemerintah tengah berupaya agar para dokter spesialis mau terjun ke lapangan untuk mengabdi kepada masyarakat sekalipun klausul wajib di dalam perpres tersebut telah diubah menjadi sukarela melalui perpres yang baru.
Upaya persuasif perlu ditingkatkan pemerintah.
Baca juga: Aturan Dokter Spesialis Wajib ke Pedalaman Dibatalkan MA, Ini Perpres Pengganti
Indonesia bukanlah menjadi negara yang kekurangan dokter spesialis. Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia per 31 Desember 2017, jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang teregistrasi sebanyak 38.292 orang.
Bila dibandingkan dengan rasio jumlah penduduk, rasionya 14,6 per 100.000 penduduk.
Rasio itu telah melebihi target yang ditentukan pemerintah berdasarkan Keputusan Menko Kesra Nomor 54 Tahun 2013 tentang Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan (RPTK) 2011-2015.
Dalam keputusan tersebut, rasio yang ditetapkan ialah 10,6 per 100.000 penduduk.
"Cuma kalau kita lihat konteks yang ada pada saat ini, permasalahan utama di daerah itu bukan karena jumlah, tapi memang disparitas pelayanan karena maladistribusi yang sesungguhnya di dalam dokter spesialis," ujar Wakil Ketua Umum I Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Moch Adib Khumaidi SpOT kepada Kompas.com, Selasa (5/11/2019).
Baca juga: Perpres Jokowi Dibatalkan, Dokter Spesialis Tak Wajib ke Pedalaman
Hal itu sejalan dengan data yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia. Berdasarkan data, kebanyakan dokter spesialis lebih memilih bekerja di provinsi atau kota besar yang telah memiliki infrastruktur serta sarana dan prasarana medis yang lengkap.
Di Jakarta, misalnya, rasio dokter spesialis mencapai 74,8 per 100.000 penduduk, sedangkan di Yogyakarta 41,7 per 100.000 penduduk.
Kesenjangan yang cukup besar terlihat terutama di provinsi-provinsi yang berada di wilayah Indonesia timur.
Ini terlihat seperti di Nusa Tenggara Timur yang rasionya hanya 3,2 per 100.000 penduduk, Sulawesi Barat yang hanya 3,5 per 100.000 penduduk, atau Maluku Utara yang hanya 3,9 per 100.000 penduduk.