Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu KPK Tak Diterbitkan, TII Prediksi Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Anjlok

Kompas.com - 03/11/2019, 15:38 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Transparency International Indonesia (TII) Agus Sarwono memprediksi, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia bisa anjlok setelah Presiden Joko Widodo menyatakan tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU KPK hasil revisi.

Pada 2016 dan 2017, skor IPK Indonesia adalah 37. Kemudian, pada tahun 2018, naik satu poin menjadi 38.

"Jadi secara prinsip bahwa kondisi pemberantasan korupsi sekarang tentu akan mengalami kemunduran. Bahwa saya cukup yakin indeks persepsi korupsi kita akan anjlok. Bisa aja mentoknya itu stagnan tahun ini, tapi tahun depan (IPK tahun 2020) bisa aja sangat mungkin anjlok," kata Agus dalam diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, Minggu (3/11/2019).

Penilaian IPK pada dasarnya mengandalkan sembilan sumber data, yaitu dari World Economic Forum, International Country Risk Guide, Global Insight Country Risks Ratings, IMD World Competitiveness Yearbook, dan Bertelsmann Foundation Transform Index.

Kemudian, Economist Intelligence Unit Country Ratings, PERC Asia Risk Guide, Varieties of Democracy Project, dan World Justice Project.

Baca juga: Tak Terbitkan Perppu KPK, Presiden Jokowi Dinilai Ingkar Janji

Beberapa dari sumber data itu ada yang menyoroti soal perbaikan iklim anti-korupsi, persoalan relasi pebisnis, dan politisi hingga penegakan hukum.

"Saya agak khawatir di soal aspek penegakan hukum khususnya di wilayah praktik korupsi. Saya tidak terlalu yakin dengan UU sekarang UU Nomor 19 Tahun 2019 (UU KPK hasil revisi). Kita tahu persis trennya lebih banyak di wilayah pencegahan," kata Agus.

"Sementara di indeks penegakkan hukum kan salah satunya akan berbicara terkait penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi," ucap Agus lagi.

Agus tidak yakin UU KPK hasil revisi akan mendongkrak kinerja penindakan KPK.

Sebab, kewenangan-kewenangan penindakan dinilai Agus sudah lemah lewat UU KPK hasil revisi tersebut. Iklim pemberantasan korupsi juga menjadi tidak baik.

"Dampak turunnya IPK buat Indonesia nanti, pertama, dari sisi ekonomi. Kita tahu persis kalau dengan pemberantasan korupsi yang baik tentu akan meningkatkan kualitas hidup warga. Produk atau jasa yang digelontorkan kepada masyarakat kualitasnya akan jauh lebih baik," kata dia.

Di lain sisi, Agus juga meyakini jika IPK Indonesia turun, akan memengaruhi citra Indonesia di mata para investor. Investor, kata Agus, akan semakin ragu untuk berinvestasi di Indonesia.

Terlebih, saat ini Indonesia masih terus berhadapan dengan berbagai kejahatan korupsi.

"Kalau kondisi pemberantasan korupsinya lemah saya sangat yakin kalau ke depannya indeks persepsi korupsi akan melemah. Kita tidak tahu kalau tahun ini. Bisa aja naik, tapi kita enggak terlalu yakin untuk tahun setelahnya, setelah KPK dilemahkan," ujar dia.

"Kita juga masih nebak-nebak dan belum bisa memastikan. Bisa jadi tahun ini kita stagnan dan dua tahun berikutnya bisa saja kita turun. Kita sangat khawatir di situ," ucap Agus.

Baca juga: Alasan Jokowi Tak Terbitkan Perppu KPK Dinilai Mengada-ada, Menyesatkan, dan Keliru

Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, tidak akan menerbitkan Perppu KPK tersebut.

Presiden Jokowi beralasan, menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).

"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).

"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com