Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Markus Nari Dituntut Bayar Uang Pengganti 900.000 Dollar AS dan Pencabutan Hak Politik 5 Tahun

Kompas.com - 28/10/2019, 16:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari tak hanya dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Markus juga dituntut membayar uang pengganti sebesar 900.000 dollar Amerika Serikat (AS) dan pencabutan hak politik.

Adapun Markus merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP dan dugaan merintangi proses peradilan kasus e-KTP.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Markus Nari untuk membayar uang pengganti sejumlah 900.000 dollar AS selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap," kata jaksa KPK Andhi Kurniawan saat membaca surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/10/2019).

Baca juga: Kasus E-KTP, Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara

Apabila dalam jangka waktu tersebut, Markus tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal Markus tidak mempunyai harta benda untuk mencukupi uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama tiga tahun.

Jaksa juga menuntut majelis hakim mencabut hak politik Markus selama 5 tahun sejak yang bersangkutan selesai menjalani masa pidana pokoknya.

"Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," kata jaksa.

Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menyimak kesaksian dari terpidana kasus serupa yang juga mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Sidang lanjutan dengan terdakwa mantan anggota DPR Fraksi Golkar periode 2014-2019 tersebut menghadirkan tiga saksi yaitu Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Setya Novanto dan Andi Narogong. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik Markus Nari menyimak kesaksian dari terpidana kasus serupa yang juga mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/10/2019). Sidang lanjutan dengan terdakwa mantan anggota DPR Fraksi Golkar periode 2014-2019 tersebut menghadirkan tiga saksi yaitu Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, Setya Novanto dan Andi Narogong. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

Baca juga: Markus Nari Bantah Bujuk Eks Pejabat Kemendagri Tak Sebut Namanya di Kasus E-KTP

Menurut jaksa, Markus menerima uang 400.000 dollar AS lewat eks pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto.

Uang tersebut berasal dari pemberian pengusaha Andi Agustinus alias Andi Naragong setelah menerima pemberitahuan dari Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Kemudian, jaksa juga memandang Markus terbukti menerima aliran dana proyek e-KTP sebesar 500.000 dollar AS lewat keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Uang tersebut juga berasal dari Andi Narogong.

"Irvanto mendapatkan perintah dari Andi agar menyerahkan uang 1 juta dollar AS kepada 2 orang yang sedang menunggu di ruang Setya Novanto lantai 12 Gedung DPR. Yakni terdakwa anggota Komisi II merangkap anggota Banggar dan Melchias Marcus Mekeng, Ketua Banggar," kata jaksa.

Baca juga: Markus Nari Bantah Terima Uang Terkait Proyek e-KTP

Menurut jaksa berdasarkan putusan pengadilan atas perkara Setya Novanto, Mekeng menerima 500.000 dollar AS.

"Dalam hal tersebut maka 1 juta dollar AS yang diterima Mekeng sebesar 500.000 dollar AS. Sehingga jumlah uang fee yang diterima terdakwa (Markus) 500.000 dollar AS. Dengan demikian total uang fee yang diterima oleh terdakwa adalah 900.000 dollar AS," kata jaksa.

Halaman:


Terkini Lainnya

Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com