Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WP KPK: Yang Bisa Selamatkan Upaya Pemberantasan Korupsi adalah Bapak Presiden

Kompas.com - 16/10/2019, 12:01 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo mengatakan, pegawai KPK masih berharap Presiden Joko Widodo bisa mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terhadap UU KPK hasil revisi.

Sebab, Kamis (17/10/2019) besok, UU KPK hasil revisi diprediksi mulai berlaku terhadap KPK.

"Yang bisa menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi di indonesia, setidaknya hari esok adalah keluarnya perppu dari bapak Presiden. Besok kemungkinan tanggal 17 Oktober baik disetujui ditandatangani Presiden atau tidak, undang-undang yang disahkan pada 17 september 2019 lalu, itu akan berlaku," kata Yudi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019).

Baca juga: Komentar Gubernur Isran Noor Terkait OTT KPK di Kaltim

Menurut Yudi, jika perppu KPK tak terbit, akan muncul kegamangan dalam upaya KPK memberantas korupsi. Dan situasi ini dinilainya menguntungkan para koruptor.

"Artinya bahwa segala tindakan dari penyelidik, penyidik dan penuntut umum di KPK harus berdasarkan undang-undang baru. Dan kita sepakat ada 26 poin yang akan menyebabkan KPK lemah bahkan bisa menimbulkan kegamangan," katanya.

"Karena belum ada pula peraturan turunan di bawahnya, implementasi teknisnya, karena semuanya akan berubah. Mungkin juga lebih dari 50 persen peraturan internal KPK bisa berubah," lanjut Yudi.

Seharusnya, kata Yudi, KPK bisa dilibatkan sejak awal dalam proses revisi tersebut. Agar KPK bisa mengerti poin-poin apa saja dalam UU KPK lama yang akan direvisi.

"Supaya kami bisa mengerti maksud misalnya dewan pengawas apa, karena dewan pengawas di UU revisi bukan untuk mengawasi tapi lebih mengendalikan KPK. Kewenangannya di situ setuju atau tidak menyetujui penggeledahan, penyitaan dan penyadapan. Belum soal struktur kepegawaian KPK," kata dia.

Belum lagi persoalan posisi pimpinan yang bukan lagi menjadi penyidik dan penuntut umum.

Pada Pasal 21 Ayat (4) UU KPK lama memuat ketentuan bahwa pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.

Sementara dalam Pasal 21 UU KPK hasil revisi, pimpinan KPK hanya disebut sebagai pejabat negara dan bersifat kolektif kolegial.

"Nanti siapa misalnya yang menandatangani surat perintah penyidikan, yang menetapkan tersangka? Itu kan beberapa poinnya," kata dia.

Baca juga: Organisasi Perempuan Antikorupsi Desak Jokowi Terbitkan Perppu KPK

Yudi berharap Presiden Jokowi bisa menerbitkan perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.

Ia menegaskan, sebenarnya KPK tidak anti terhadap revisi UU KPK. Meski demikian, tujuan revisi haruslah bersifat menguatkan.

"Kami ingin perppu bagaimana agar UU ini itu tidak berlaku artinya dibatalkan. Sehingga nantinya ke depan untuk pembahasan revisi UU KPK bisa melibatkan KPK. Kita sebenarnya tidak alergi terhadap revisi, tapi yang memperkuat," ujar dia.

"Jika ingin merevisi UU KPK tak terelakkan karena seluruh fraksi setuju gitu ya, maka kita ingin membahas dan melibatkan KPK. Karena yang mengerti dan berkepentingan kan juga KPK," sambung Yudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com