WAROPEN, KOMPAS.com - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise meminta DPR yang baru cepat-cepat mengesahkan rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Jika DPR tidak mampu dengan segera menyelesaikan RUU itu, Yohana mengatakan, pihaknya siap mengambil RUU tersebut sebagai RUU inisiatif pemerintah.
"Kalau DPR mau melepaskan itu dan serahkan pemerintah yang mengatur itu, saya pikir akan sangat bisa karena kami menangani perempuan dan anak. Jadi kami bisa menangani UU ini, artinya RUU ini bisa kami selesaikan," kata Yohana dalam sebuah wawancara khusus bersama Kompas.com di Waropen, Papua, Kamis (10/9/2019).
Baca juga: Sejumlah Hal ini Jadi Alasan UU PKS Harus Segera Disahkan
RUU PKS merupakan aturan yang menjadi inisasi DPR, dalam hal ini badan legislatif (Baleg).
Sejak pertama kali gagasan aturan ini muncul, kata Yohana, pemerintah banyak membantu DPR dalam melakukan kajian draf RUU PKS. Termasuk, mengkaji pasal demi pasal dan ayat demi ayat pada RUU tersebut.
Yohana mengaku, pihaknya juga banyak membantu legislatif dalam melibatkan organisasi-organisasi masyarakat untuk membahas RUU.
Baca juga: Harapan Besar Menteri Yohana pada Puan Maharani Terkait RUU PKS...
Menjelang akhir September atau pergantian jabatan DPR dari periode 2014-2019 ke periode 2019-2024, RUU ini diharapkan rampung dan bisa segera disahkan. Apalagi, daftar inventaris masalah (DIM) RUU pun telah tuntas.
Pemerintah, dalam hal ini kementerian yang dipimpin Yohana, tinggal menunggu panggilan dari DPR untuk mengesahkan RUU tersebut.
Namun, hingga masa jabatan anggota DPR 2014-2019 habis, tak ada ketuk palu tanda pengesahan RUU.
Baca juga: Nasdem Desak RUU PKS Segera Disahkan
"Kita sudah banyak melakukan kajian, sudah banyak diskusi publik, kalau bisa disahkan targetnya September sebelum masuk ke legislatif yang baru. Ternyata tidak (disahkan) juga sampai sekarang," ujar Yohana.
Dengan tingginya angka kekerasan seksual khususnya pada perempuan hingga saat ini, Yohana berharap, RUU PKS dapat segera selesai dan disahkan.
Jika tidak, dirinya khawatir, RUU ini tidak akan pernah menjadi landasan hukum yang melindungi korban dan mencegah tindak kekerasan seksual.
"Angka korban yang setiap saat ada, kan kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi, korban berada di mana-mana, yang memang belum bisa ditangani secara baik hukumnya karena legalitas hukumnya kan belum ada," kata dia.