Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teman Dekat Eks Ketua MK Akil Mochtar Didakwa Terima Suap Sengketa Pilkada

Kompas.com - 07/10/2019, 19:13 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Teman dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, Muhtar Ependy didakwa bersama-sama Akil menerima suap dengan jumlah bervariasi terkait penanganan sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Terdakwa Muhtar Ependy bersama-sama dengan M Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," kata jaksa Iskandar Marwanto saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/10/2019).

Rinciannya, Muhtar dan Akil disebut menerima uang Rp 16,42 miliar dan 316.700 dollar Amerika Serikat (AS) dari mantan Wali Kota Palembang, Romi Herton dan istrinya, Masyito.

Baca juga: Muhtar Ependy Bantah Uang Rp 15 Miliar dari Bupati Empat Lawang untuk Suap Akil

Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kota Palembang.

Kemudian, keduanya didakwa menerima uang Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS dari mantan Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri.

Uang tersebut terkait permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang.

Menurut jaksa, penerimaan uang oleh Akil Mochtar melalui Muhtar Ependy yang menjadi terdakwa perkara ini untuk memengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil pilkada di Kota Palembang dan Kabupaten Empat Lawang yang diadili oleh Akil.

Atas perbuatannya, Muhtar Ependy didakwa melanggar Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

Ependy sudah divonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim pada tahun 2015. 

Saat itu, majelis hakim menganggap Ependy terbukti memberikan kesaksian palsu dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil.

Baca juga: Dijerat Dua Dakwaan, Muhtar Ependy Divonis Lima Tahun Penjara

Adapun Akil Mochtar diketahui divonis seumur hidup setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasinya.

Permohonan kasasi ditolak antara lain dengan pertimbangan bahwa Akil Mochtar adalah seorang hakim MK yang seharusnya merupakan negarawan sejati dan steril dari perbuatan tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Akil.

Di tingkat pertama, Akil Mochtar divonis seumur hidup dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah terkait pengurusan 10 sengketa pilkada di MK dan tindak pidana pencucian uang.

Hakim saat itu menyatakan, Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu, yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas (Rp 3 miliar), Kalimantan Tengah (Rp 3 miliar), Pilkada Lebak di Banten (Rp 1 miliar).

Kemudian, Pilkada Empat Lawang (Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS), serta Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp 3 miliar).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

KSP Sebut Bakal Pertimbangkan Nama-nama Pansel KPK Rekomendasi ICW

Nasional
Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com