Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasir Djamil Akui Penentuan Bobot Hukuman dalam RKUHP Kadang Pakai Perasaan

Kompas.com - 20/09/2019, 15:42 WIB
Kristian Erdianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Panja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) DPR Nasir Djamil mengakui bahwa dalam proses pembahasannya, rasionalisasi penerapan pemidanaan di RKUHP belum sempurna.

Hal itu ia katakan dalam merespons soal bobot ancaman pidana dalam RKUHP yang cenderung tidak proporsional.

"Memang harus diakui dalam dialog di Panja itu, rasionalisasi pemidanaan memang belum sempurna," ujar Nasir saat dihubungi wartawan, Jumat (20/9/2019).

Dalam draf RKUHP, perempuan yang menggugurkan kandungannya atau melakukan aborsi terancam dipenjara lebih lama dari narapidana kasus korupsi.

Baca juga: Pengamat: Revisi KUHP Seolah Membawa ke Orde Baru

Pelaku aborsi diancam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun. Sementara itu, pada pasal tindak pidana korupsi, diterapkan pidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun atau seumur hidup.

Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan terpidana kasus korupsi dipidana minimal 2 tahun, sedangkan pelaku aborsi mungkin dipidana maksimal 4 tahun sehingga pidananya lebih tinggi dari pelaku korupsi. 

Nasir pun mengakui, tidak ada standar atau metode khusus yang digunakan untuk menentukan besaran ancaman pidana.

Ia mengatakan, ancaman pidana seringkali mengadopsi aturan perundang-undangan lain dan KUHP sebelum revisi.

"Pemidanaan ini sering mengadopsi peraturan perundang-undangan lain dan juga KUHP lama. Jadi artinya belum ada pertimbangan yang rasional," kata dia.

Baca juga: Kritik Revisi KUHP, Pakar Hukum: Kita Sedang Krisis Negarawan

Kendati demikian, kata Nasir, penentuan ancaman pidana juga dilakukan dengan cara lain, yakni menggunakan perasaan atau penyesuaian.

"Kadang-kadang mohon maaf juga, ya kadang-kadang suka-suka saja begitu, contohnya nih segini, cocoknya segini, pakai rasa (perasaan) dia, tetapi kenapa segitu ya tidak ada penjelasan. Itu bukan umum ya, itu pendapat saya," ucap politisi PKS itu.

Sebelumnya, Institute for Criminal and Justice System (ICJR) pernah mengkritik pengaturan tentang bobot hukuman.

Mereka menilai, sampai saat ini pemerintah belum pernah mempresentasikan ke publik mengenai metode atau pengaturan bobot hukuman.

Hal ini rawan menghasilkan ancaman pidana yang tidak proporsional dan mengakibatkan jumlah pemenjaraan meningkat drastis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com