JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, banyak pejabat takut mengambil keputusan karena takut dituduh korupsi.
Menurut Kalla, ini terjadi karena banyaknya keputusan pejabat yang diproses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kalla pun menyebut kasus dugaan korupsi Dirut PLN Sofyan Basir sebagai contohnya.
"Pokoknya kan contoh ke Pertamina, ke PLN, atau apa, semuanya takut ambil (keputusan). Padahal itu kalau terjadi kebijakan yang salah bisa (disanksi) pakai undang-undang administrasi pemerintahan, tidak perlu langsung orang itu diambil (ditangkap)," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
"Kalau dulu pejabat negara atau BUMN atau apa pun itu dia sangat hati-hati, sekarang bukan lagi hati-hati, (tetapi) rasa takut luar biasa," ujar Kalla lagi.
Baca juga: Rapat dengan Komisi III, IPW Sebut KPK Bersikap Semau Gue
Wapres menyadari, KPK telah menyelamatkan sekian triliun uang negara dengan menangkap sejumlah pejabat negara.
Namun, Kalla menyatakan, hal tersebut menimbulkan rasa takut bagi pejabat untuk mengeksekusi program.
Akibatnya, lanjut Kalla, negara juga mengalami kerugian lantaran banyak program pemerintah yang terbengkalai.
Karenanya, Kalla menilai perlu adanya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK agar tercipta kepastian hukum, yakni dengan memberikan lembaga antirasuah itu kewenangan menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3).
Saat ditanya mengapa pejabat harus takut dituding korupsi jika tak berbuat salah, Kalla menilai, tetap saja efek kekhawatiran tersebut muncul.
Baca juga: Capim KPK Nurul Gufron: SP3 Itu Sesuai Hukum Negara yang Berlandaskan Pancasila
Dengan adanya SP3, Kalla meyakini para pejabat yang diproses hukum memiliki ruang pembuktian bila dirinya tak bersalah sehingga kasusnya bisa dihentikan.
Dengan demikian, mereka tak lagi takut mengambil kebijakan.
"Jadi ada unsur praduga tidak bersalah. Kita kan manusia biasa, bisa keliru. Kalau tidak ada itu (SP3) maka begitu orang ditersangkakan, habis itu dia secara perdata. Tidak bisa kerja, hartanya disita," ujar Kalla.
"Kemudian, bagaimana kalau tidak ada kemudian tidak terbukti? Jadi ini proses biasa dalam hukum. Kalau ada keliru ya dikembalikan ke posisinya, jangan berlarut-larut orang digantung," kata dia lagi.
Baca juga: Jika Setujui Revisi UU KPK, Jokowi Akan Kehilangan Kepercayaan Rakyat
Diberitakan sebelumnya, semua fraksi di DPR RI setuju revisi UU KPK yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
Draf revisi pun sudah dikirim kepada Presiden Jokowi. Kini DPR menunggu surat presiden yang menandai dimulainya pembahasan revisi UU KPK antara DPR dan pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.