JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas atas rencana DPR merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Feri menilai, sejak rancangan revisu UU KPK disahkan DPR Kamis (5/9/2019) kemarin, Jokowi belum menunjukkan sikap tegasnya ke publik.
Seharusnya, sebagai Kepala Negara, Jokowi mendengarkan aspirasi rakyatnya yang menolak adanya perubahan UU KPK.
"Mestinya Presiden sebagai alternatif aspirasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, menolak gagasan perubahan atau revisi dari Undang-undang KPK, sikap ini harus tegas, selama ini Presiden selalu swing ya, tidak jelas sikapnya," kata Feri usai sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).
Baca juga: INFOGRAFIK: 5 Poin Kontroversial dalam Revisi UU KPK
Feri menilai, jika Jokowi mendukung revisi undang-undang ini, artinya Kepala Negara setuju matinya KPK.
Namun sebaliknya, jika Jokowi tak setuju, ia harus secapatnya mengakhiri polemik ini.
"Sebagai Presiden dan Kepala Negara tentu Presiden berkeinginan proses karut-marut politik tidak berkepanjangan sehingga harusnya Presiden segera menyampaikan sikapnya secara jelas," tegas Feri.
Baca juga: Politikus PKS Pesimistis Revisi UU KPK Tuntas Bulan Ini
Diberitakan sebelumnya, seluruh fraksi di DPR setuju revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) yang diusulkan Badan Legislasi DPR.
Persetujuan seluruh fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
Rencana revisi Undang-undang ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Sebab, selain dilakukan secara tiba-tiba, ada sejumlah poin dalam Undang-undang yang bakal diganti dan ditambahkan, yang diprediksi bakal lemahkan KPK.