Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III: Delik Contempt of Court dalam RKUHP Akan Dirumuskan Ulang

Kompas.com - 03/09/2019, 10:01 WIB
Kristian Erdianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III sekaligus Tim Panja DPR Arsul Sani mengatakan, ketentuan delik tindak pidana terhadap proses peradilan atau contempt of court dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih dapat berubah.

Ia merespons sikap sejumlah organisasi masyarakat sipil yang menolak delik tersebut diatur dalam RKUHP.

"Antara dibatasi, atau kita buat penghalusan terhadap rumusan yang ada, kita rumuskan ulang. Kita belum tahu mau dirumuskan ulang bagaimana, harus berkonsultasi dengan ahli pidana. Kita bicarakan politik hukumnya, nanti rumusan redaksionalnya bareng ahli pidana," ujar Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Baca juga: Rumusan Pasal Pidana Terhadap Agama dalam RUU KUHP Masih Dapat Berubah

Pasal 281 huruf c draf terbaru RKUHP menyatakan, setiap orang secara melawan hukum merekam, mempublikasikan secara langsung, atau membolehkan untuk dipublikasikan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan dipidana penjara paling lama 1 tahun.

Tindakan lain yang masuk dalam kategori contempt of court yakni bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas atau sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan.

Arsul sepakat bahwa redaksional dari pasal tersebut perlu diperjelas, misalnya terkait dengan apa yang dimaksud tindakan tidak hormat atau menyerang integritas hakim.

Menurut dia, Tim Panja DPR dan pemerintah masih akan menggelar rapat untuk membahas pasal-pasal yang dianggap bermasalah sebelum RKUHP disahkan.

Adapun DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam rapat paripurna pada akhir September mendatang. Menurut jadwal, rapat paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).

"Harus jelas memang mana yang dimaksud tidak hormat atau menyerang integritas hakim. Itu yang harus diperjelas, misalnya, memaki hakim, itu baru dianggap tidak hormat," kata Arsul.

"Tinggal kita lihat proporsionalitasnya dan rumusan redaksionalnya yang diperbaiki. Kita cari jalan tengah. Batasan antara mana yang menghina dan mana yang kritik," ucap dia. 

Sebelumnya, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan menolak dimasukannya delik tindak pidana terhadap proses peradilan atau contempt of court dalam draf RKUHP.

Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Dio Ashar Wicaksana mengatakan, keberadaan pasal ini rawan menjadi pasal karet yang akan mengkriminalisasi masukan-masukan kritis terhadap proses peradilan serta pemberitaan terkait kinerja peradilan.

Artinya, delik contempt of court dapat menghambat reformasi peradilan yang masih membutuhkan masukan dari masyarakat dan media dalam menilai proses penyelenggaraan peradilan.

"KPP memandang pasal ini akan berpotensi mengkriminalisasi masyarakat atau pihak-pihak yang mencoba memberikan masukan terhadap kinerja peradilan," ujar Dio saat dihubungi Kompas.com, Senin (2/9/2019).

"Kami meminta tim perumus, pemerintah dan DPR agar menghapus ketentuan mengenai delik contempt of court dalam RKUHP ini," ucap dia. 

Baca juga: Tiga Hal yang Harus Kita Ketahui soal Contempt of Court

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com