JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengungkapkan perbedaan yang sangat jauh antara wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) era orde baru (orba) dengan MPR saat ini, pasca empat kali amandemen.
"Jauh sekali bedanya. Secara substantif, MPR di orde baru adalah lembaga tertinggi negara yang melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya," ujar Refly kepada Kompas.com, Selasa (13/8/2019).
Baca juga: Wacana Kembali ke UUD 1945 dan Mengingat Lagi Alasan Perlunya Amandemen
Ia mengatakan, dalam UUD 1945 diterangkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR.
Dalam naskah asli UUD 1945, Bab II Pasal 2 dicantumkan bahwa MPR terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Kemudian MPR juga dicantumkan agar bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara, serta segala putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak.
Baca juga: Menkuham Sebut Partai-partai Sepakat Amandemen UUD Terbatas pada GBHN
Sementara dalam Pasal 3 dicantumkan bahwa MPR menetapkan UUD dan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
"Sekarang tidak begitu, MPR bukan lagi lembaga tinggi negara melainkan lembaga yang sama derajat dan posisinya dengan lembaga-lembaga negara utama lainnya seperti DPR, Presiden, DPD, itu semuanya sederajat," terang Refly.
Menurut dia, lembaga-lembaga tersebut saat ini menjalankan fungsi yang berbeda.
Namun mereka tidak menjadi satu dalam mengatasi hal lain seperti halnya MPR di era orde baru.
Baca juga: Fadli Zon: Wacana Amandemen UUD Jangan Jadi Kepentingan Sesaat
Secara paradigmanya saja, kata dia, sudah berbeda antara MPR masa orde baru dengan MPR yang saat ini berjalan. Di masa orde baru, kata dia, MPR disebut lembaga penjelmaan rakyat.
"Karena dianggap penjelmaan rakyat, dia dianggap rakyat sendiri. Berhak melaksanakan kedaulatan rakyat. Salah satunya membuat GBHN, memilih presiden dan wapres termasuk memberhentikan presiden," terang dia.
Fungsi-fungsi tersebut, kata Refly, sudah tidak ada lagi sejak era reformasi.
Baca juga: Sikap Politik PDI-P, Amandemen Terbatas UUD 1945 hingga Ambang Batas Parlemen 5 Persen
Pasalnya, tekad mengubah atau mengamandemen UUD dari tahun 1999-2002 adalah memurnikan sistem presidensial.
Dengan demikian, Presiden pun tidak lagi dipilih MPR tetapi dipilih langsung oleh rakyat.
"Sudah berubah paradigmanya, MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi tapi sudah dengan sistem check and balances antar cabang-cabang kekuasaan negara," tutup dia.
Baca juga: PDI-P Usul Amandemen Terbatas UUD 1945 agar MPR Jadi Lembaga Tertinggi
Diberitakan, terdapat wacana untuk mengamandemen terbatas UUD 1945 dikembalikan lagi sesuai naskah aslinya.
Salah satu tujuan amandemen terbatas UUD 1945 adalah untuk mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.