JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Informasi Geospasial (BIG) meyakini Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia akan memangkas tumpang tindih data yang terjadi antar kementerian/lembaga (KL) pemerintahan di tingkat pusat dan daerah.
Hal itu dikatakan Deputi BIG Adi Rusmanto dalam diskusi bertajuk "Satu Data: Solusi Kebijakan Tepat Sasaran" di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019).
"Adanya sinkronisasi satu data dalam perpres akan memperkecil perbedaan data antarkementerian dan lembaga sehingga tidak akan terjadi tumpang tindih data karena yang digunakan adalah peta dasar yang sama," ujar Adi.
Baca juga: Menurut Bappenas, Ini Penyebab Kementerian dan Lembaga Pemerintah Punya Data yang Berbeda-beda
Ia menambahkan, adanya satu data di Indonesia membuat pemerintah dan masyarakat bisa mendapatkan data yang resmi. Ada dua hal yang dinilai penting dalam Perpres itu yakni, soal tata kelola data dan penggabungan portal data.
Ia menduga terjadinya tumpang tindih atau tidak adanya sinkronisasi data yang selama ini selalu dipermasalahkan terletak pada referensi pengumpulan data yang dilakukan oleh setiap lembaga.
"Kalau pakai referensi yang sama tapi konflik terjadi, itu bisa jadi sedang ada di tahap sinkronisasi," kata dia.
Maka dari itu, lanjutnya, setiap pengumpulan data yang dilakukan oleh pusat maupun daerah harus memiliki standar data dan metadata yang sama. Dengan begitu, data yang digunakan adalah peta dasar yang sama.
Baca juga: Bappenas Gandeng BPS, BIG, dan Kemenkeu sebagai Pembina Perpres Satu Data
Diketahui, dalam Perpres satu data tersebut, terdapat sejumlah prinsip yang diatur, antara lain adalah memenuhi standar data, memiliki metadata, memenuhi kaidah Interoperabilitas Data, dan menggunakan kode referensi dan/atau data induk.
Data yang dihasilkan oleh produsen data harus memenuhi standar data. Standar data yang berlaku lintas instansi pusat atau instansi daerah ditetapkan oleh pembina data tingkat pusat.
Informasi dalam metadata juga wajib untuk memenuhi struktur dan format yang baku. Pembina data tingkat pusat dapat menetapkan struktur dan format yang baku bagi data yang berada lintas instansi.
Terdapat empat kriteria pembina data di tingkat pusat. Pertama, pembina data untuk data statistik tingkat pusat merupakan badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kegiatan statistik.
Baca juga: Bappenas: Perpres Satu Data untuk Mendukung Pelaksanaan Pembangunan
Kedua, pembina data keuangan yang dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Ketiga, data geospasi yang diisi oleh badan yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.
Sementara keempat adalah pembina data lainnya. Pembina data untuk data lainnya ditunjuk oleh presiden berdasarkan usulan ketua dewan pengarah.
Baca juga: Ini Penjelasan Go-Jek soal Data Pengguna yang Dipakai Fintech
Perpres 39/2019 juga membentuk dewan pengarah satu data. Dewan pengarah bertugas melakukan koordinasi, memantau dan mengevaluasi, serta malaporkan pelaksanaan satu data.
Pelaksanaan satu data Indonesia juga akan membentuk forum satu data baik di tingkat pusat mau pun daerah.
Forum satu data merupakan wadah koordinasi pembina data dan walidata. Perpres tersebut berlaku sejak diundangkan pada 17 Juni 2019 yang mengatur tata kelola dan pemanfaatan data paling lambat 1 tahun sejak diundangkan.