JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah terus mematangkan konsep Kartu Pra Kerja sebagai tindak lanjut janji kampanye Jokowi-Ma'ruf pada pilpres 2019 lalu. Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menyebut, nantinya penerima kartu pra kerja akan dibagi menjadi tiga kategori.
"(Penerima kartu pra kerja) setidaknya mewakili dari tiga kelompok besar," kata Hanif di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Pertama, mereka yang baru lulus sekolah atau kuliah namun belum mendapat pekerjaan. Kedua, mereka yang sudah bekerja namun ingin mendapatkan skill tambahan. Ketiga, mereka yang menjadi korban PHK dan ingin mencari pekerjaan baru.
Baca juga: Konsep Kartu Pra Kerja seperti Beasiswa, Tak Semua Pengangguran Dapat
Ketiga kategori itu akan mendapat pelatihan skill untuk membantu membantu mereka di dunia kerja.
Seluruhnya, lanjut Hanif, juga akan mendapat insentif. Namun dengan skema yang berbeda.
Untuk yang baru lulus, akan mendapatkan insentif pasca-training selama tiga bulan. Setelah tiga bulan pemberian insentif akan dihentikan terlepas apakah sudah mendapat kerja atau belum.
"(Kalau belum dapat kerja) ya kembali ke dia dong. Ya udah selesai (program dan instentifnya)," kata Hanif.
Baca juga: Kartu Pra-Kerja Jokowi, Berapa Anggarannya?
Untuk para pekerja yang ingin mendapat tambahan skill, juga akan mendapat insentif. Insentif ini akan didapat selama masa pelatihan sebagai ganti gaji mereka. Diperkirakan, pelatihan akan berlangsung selama dua bulan.
"Ini dinamakan insentif pengganti upah. Walaupun namanya insentif pengganti upah, nanti itu apakah 100 persen upah, 75 persen upah, atau 50 persen upah, itu simulasi fiskal. Itu kita tunggu dari Kemenkeu," kata dia.
Sementara untuk korban PHK, akan mendapat insentif selama pelatihan dan juga tiga bulan setelah program pelatihan selesai.
"Karena dia tidak punya pekerjaan dan diasumsikan kalau orang kena PHK itu berarti berkeluarga, kan beda sama new comer tadi," jelas Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa ini.
Sementara, untuk jumlah insentif yang diterima per bulannya, Hanif mengaku belum tahu karena harus dihitung dulu oleh Kemenkeu. Menurut dia, besarannya akan disesuaikan dengan anggaran yang ada.
"Logikanya ini menghitung kekuatan negara kita. Kalau negara tidak intervensi sama sekali kan tidak mungkin. Tapi kalau negara terlalu hadir kan juga enggak kuat dari sisi fiskal. Nah, makanya setidaknya negara memberikan insentif," ujar Hanif.
Baca juga: Sandiaga: Program Kartu Pra Kerja Jokowi Jangan Diketawain
Hanif juga menyebut, untuk tahun depan, hanya ada 2 juta kartu pra kerja yang disiapkan pemerintah. Oleh karena itu, Hanif mengakui, tidak semua pengangguran akan mendapat kartu itu. Menurut dia, masyarakat yang memenuhi kriteria nantinya bisa mendaftar untuk mendapat kartu pra kerja layaknya program beasiswa.
"Jadi sama kayak beasiswa. Kan beasiswa gitu. Kau boleh ambil beasiswa, tidak ambil juga boleh. Tapi kalau mau dapat beasiswa, ada kriterianya kan," kata Hanif.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari 2019, jumlah pengangguran terbuka mencapai 6,82 juta orang. Oleh karena itu, Hanif berharap masyarakat yang menginginkan program ini pro-aktif mendaftar saat kartu pra kerja resmi dirilis nanti. Sebab jika tidak buru-buru mendaftar, maka masyarakat bisa kehabisan kuota.
"Itu orang bisa first come first serve bisa aja. Kalau sudah habis ya habis. Ya daftar lah. Masa harus disuapin," ujar Hanif.