JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno menyebutkan, program Kartu Pra-Kerja Joko Widodo merupakan gagasan yang konkret.
Meskipun nanti perlu dipikirkan soal pendanannya, namun jangan mencibir program Jokowi itu tanpa memberikan solusi.
"Logika jangan semua yang disampaikan petahana itu buruk. Pola pikirnya jangan hitam dan putih. Menurut saya, kalau program kerja ini dianggap enggak realistis, mestinya dijawab dengan program kerja yang menurut (kubu paslon) 02 realistis," kata Adi, di Jakarta, Sabtu (9/3/2019), seperti dikutip Antara.
Pernyataan Adi ini menyikapi kritik dari sejumlah kalangan perihal mustahilnya program ini diterapkan.
Baca juga: Mengenal Kartu Pra-Kerja yang Dijanjikan Jokowi
Politisi PKS Fahri Hamzah, misalnya, menyebut Kartu Pra-Kerja tidak masuk akal karena menurut dia tidak ada dana untuk untuk membiayai program ini.
Waketum Gerindra Fadli Zon bahkan menyebut Kartu Pra-Kerja ini impian kosong, politis, dan norak.
Adi menyarankan kepada pendukung pasangan Prabowo-Sandi selaku penantang untuk menjawab Kartu Pra-Kerja dengan program serupa yang dianggap lebih masuk akal untuk memfasilitasi kelompok lulusan SMA dan SMK dalam mengakses pekerjaan.
"Bukan hanya mengatakan itu program tidak rasional, enggak ada dananya, kemudian dilaporin ke Bawaslu. Ini kan, menurut saya, cara-cara yang ingin menyederhanakan sesuatu dengan lapor melapor. Mestinya Ini dilawan dengan program lain yang rasional," imbuh Adi.
Dia juga mengkritisi cara-cara pasangan calon Prabowo-Sandi memberikan solusi permasalahan, yang hanya terfokus pada 100 hari kerja.
Menurut Adi, dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penantang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional dalam mempermudah akses pendidikan, mengatasi lonjakan calon-calon tenaga kerja, dan mahalnya harga-harga bahan pokok.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Kartu Pra Kerja Masih Dipertimbangkan Masuk RAPBN 2020
Kendati demikian, Adi sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendanaan dari program ini tetap harus dipikirkan secara matang dan terukur.
"Isu dari mana (uangnya) itu memang perlu dijawab. Apakah akan diambil dari pengetatan dana Badan dan Kementerian, pajak, atau nambah utang sekalipun itu enggak soal selama itu untuk kebaikan rakyat miskin," ujarnya.
"Selama itu untuk kebaikan anak-anak muda kita supaya bisa memilki pekerjaan. Jangan sampai sirkulasi keuangan ini hanya berkutat pada kelompok-kelompok menengah tertentu," tambah Adi.
Baca juga: Tak Semua Pengangguran Bisa Dapat Kartu Pra Kerja, Ini Penjelasan Moeldoko
Selama ini masyarakat juga tidak pernah membayangkan pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu ada uangnya, bahkan dananya dari mana enggak jelas, tapi dalam praktiknya infrastruktur jelas.
"Banyak lubang untuk mengeluarkan dana. Misalnya, dari pengetatan dana pengeluaran kementerian. Artinya semua kementerian itu dipaksa mengencangkan ikat pinggang biar dananya dialokasikan untuk infrastruktur. Itu kan salah satu upaya. Dulu infrastruktur juga dicibir dianggap gak realistis, duitnya gak ada. Buktinya ada. Setelah dana-dana BUMN, dana pajak juga diambil," tuturnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.