JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Ade Irfan Pulungan mengatakan pernyataan ketua tim hukum Prabowo-Sandiaga, Bambang Widjojanto, yang meminta institusi negara ikut membuktikan kecurangan pilpres adalah sebuah kekeliruan.
Menurut dia hal itu tidak sesuai dengan tatanan hukum di Indonesia.
"Apa yang menjadi pernyataan tersebut tidak sesuai dengan sistim dan tatanan hukum kita. Itu harus diubah dasarnya, dasar hukumnya harus diubah dulu. Jangan karena mereka tidak dapat membuktikan dalil mereka, mereka minta orang lain. Kan susah itu," ujar Irfan di Jalan Cemara, Selasa (25/6/2019).
Baca juga: BW: Kami Tak Mungkin Bisa Buktikan Kecurangan, Hanya Institusi Negara yang Bisa
Dalam persidangan lalu, kata Irfan, ahli yang dinawa tim hukum 01 yaitu Eddy Hiariej sudah mengingatkan soal asas actori incumbit probatio. Beban pembuktian sebuah perkara ada pada pihak yang mendalilkannya. Irfan mengatakan permintaan Bambang bertentangan dengan asas itu.
"Ini kan konyol, tidak pernah sejarahnya terjadi dalam hukum kita," kata Irfan.
Sebelumnya, Bambang Widjojanto mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019. Menurut Bambang, yang bisa membuktikan kecurangan adalah institusi negara.
“Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa. Karena ini canggih,” kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6/2019).
Baca juga: TKN: Pernyataan Bambang Widjojanto Jadi Bahan Tertawaan Dunia Advokat
Bambang menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1 untuk membuktikan perbedaan selisih suara.
Padahal, menurut Bambang, pembuktian kecurangan saat ini tak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1.
Dia pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat, pembuktiannya pun diharapkan dapat menjadi modern pula.
"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned,” ujar dia.