JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Ilmu Hukum UGM Edward Omar Sharif Hiariej menilai tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak dapat membuktikan tuduhan kecurangan yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif selama Pilpres 2019.
Sebab, Hiariej berpendapat,tim kuasa hukum 02 hanya memaparkan beberapa peristiwa pelanggaran kemudian menggeneralisasi bahwa kecurangan terjadi secara terstruktur, sistematis dan meluas, sebagai dasar gugatan dalam dalil permohonan sengketa.
"Merujuk pada fundamentun petendi (dasar gugatan) kuasa hukum pemohon menunjukkan beberapa peristiwa kemudian menggeneralisir bahwa kecurangan terjadi secara terstruktur sistematis dan masif," ujar Hiariej saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan sengketa hasil pilpres di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019).
Baca juga: Ahli Sebut Pemohon Sesatkan Hakim karena Samakan Argumen Pilkada dengan Pilpres
Di sisi lain, lanjut Hiariej, tim kuasa hukum tak dapat menunjukkan hubungan kausalitas atau sebab akibat antara kecurangan yang disebut terstruktur dan sistematis dengan dampaknya yang luas terhadap hasil pemilihan umum.
Ia menjelaskan, jika merujuk pada Pasal 286 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pelanggaran terstruktur artinya dilakukan secara kolektif atau secara bersama-sama.
Dalam konteks tersebut, harus dibuktikan dua hal, yaitu adanya meeting of mind antar pelaku pelanggaran dengan syarat subyektif dan adanya kerja sama yang nyata.
Perihal sistematis, lanjut Hiariej, mensyaratkan pelanggaran dilakukan secara matang, tersusun dan rapi.
Ia mengatakan, dalam konteks tersebut harus dibuktikan apa substansi perencanaan, siapa yang melakukan perencanaan, kapan dan di mana perencanaan itu dilakukan.
Sedangkan pelanggaran yang masif merujuk pada skala terjadinya kejahatan tersebut.
Namun, Hiariej menilai hal tersebut tidak terlihat dalam dasar gugatan dalam dalil permohonan tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga.
"Perihal masif mensyaratkan dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap hasil pemilihan bukan hanya sebagian. Artinya harus ada hubungan kausalitas antara pelanggaran dan dampak. Hubungan kausalitas itu harus dibuktikan, bukan sebagian tapi sangat luas," kata Hiariej.
"Dalam fundamentum petendi hal ini sama sekali tidak dijelaskan oleh kuasa hukum pemohon. Kuasa hukum pemohon sama sekali tidak menyinggung hubungan kausalitas antara terstruktur sistematis yang berdampak masif," ucapnya.
Baca juga: Menurut Ahli, Dasar Gugatan Tim Hukum Prabowo Tak Bisa Dijadikan Alat Bukti di MK
Dalam dalil permohonannya, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran selama proses pemilu, yakni Penyalahgunaan APBN dan program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara seperti Polisi dan Intelijen.
Ada pula tuduhan penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi dalam penegakan hukum.
Seluruh dugaan pelanggaran tersebut menjadi dasar bagi tim hukum pasangan Prabowo-Sandiaga untuk menuduh adanya kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif selama Pilpres 2019.