JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR Achmad Baidowi mendukung rencana pemerintah untuk memindahan ibu kota Indonesia.
Baidowi melihat, keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota karena mempertimbangkan Jakarta yang kini menjalankan dua fungsi, yakni sebagai pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Dua fungsi tersebut, kata dia, menjadi beban yang sangat berat buat Jakarta.
"Hal ini melihat crowded-nya Jakarta sebagai ibu kota karena memegang dua fungsi yakni kota pemerintahan dan pusat niaga. Sehingga yang terjadi beban Jakarta sangat berat. Macet jadi sangat akut di Jakarta. Banjir pun begitu," kata Baidowi saat dihubungi, Selasa (30/4/2019).
Baca juga: Ditanya Lokasi Ibu Kota Baru, Jokowi Sebut Tiga Pulau Ini
Namun demikian, Baidowi mengatakan, keputusan pemindahan ibu kota harus diiringi dengan kajian terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) serta aspek keamanan.
"Kajian mendalam termasuk menyiapkan RTRW (rencana tata ruang wilayah) dan RDTR (rencana detail tata ruang) agar tidak mengulang kesalahan Jakarta. Mulai dari sistem tata letak perkantoran, infrastruktur, sistem transportasi, serta aspek keamanan," ujarnya.
Selanjutnya, Wakil Sekretaris Jenderal PPP ini mengatakan, dengan perencanaan yang matang ia berharap persoalan ibu kota yang baru tidak menumpuk seperti Jakarta.
"Jangan pula di ibu kota yang baru justru macet, banjir, kriminalitas menjadi masalah baru. Negara-negara di dunia juga banyak yang melakukan pemindahan ibu kota dan berhasil," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa. Hal itu diputuskan Jokowi dalam rapat terbatas terkait pemindahan Ibu Kota di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/4/2019).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, awalnya dalam rapat itu ada tiga alternatif yang ditawarkan ke Jokowi.
Baca juga: Soal Pemindahan Ibu Kota, Ridwan Kamil Sebut Kalimantan Paling Memungkinkan
Pertama, Ibu Kota tetap di Jakarta tetapi daerah seputaran Istana dan Monas dibuat khusus untuk kantor-kantor pemerintahan, kementerian, dan lembaga.
Sehingga seluruh kawasan pemerintahan berada di satu tempat dan itu menciptakan efisiensi di dalam tugas koordinasi pemerintah. Alternatif kedua, pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tetapi masih dalam radius sekitar 50-70 km dari Jakarta.
Alternatif ketiga adalah memindahkan Ibu Kota ke luar pulau Jawa, khususnya mengarah kepada kawasan timur Indonesia.