Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KLHK dan KPK Bahas Penanganan Kasus Kayu Ilegal

Kompas.com - 25/04/2019, 20:27 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Penegakan Hukum pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (25/4/2019).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan, dalam pertemuan itu, pihaknya melaporkan perkembangan penanganan kasus kayu ilegal yang ditangani KLHK. Kasus-kasus tersebut disupervisi KPK.

"Kami menyampaikan progres-progres penanganan kasus yang kami lakukan. Kami sudah melakukan upaya penindakan terhadap enam kapal yang membawa kayu ilegal dari Papua, Papua Barat, dan juga di Maluku," kata dia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2019).

Baca juga: KLHK Sebut Jabungtimur dan Jakarta Rentan Alami Kenaikan Polusi Udara

Rasio memaparkan, sejak Desember 2018 hingga Maret 2019, KLHK juga telah menangani kayu ilegal yang tersimpan dalam 438 kontainer. Kontainer tersebut berada di Surabaya dan Makassar.

"Ini juga kami sampaikan tadi dalam rapat pertemuan dengan pimpinan KPK Pak Laode Syarif," kata Rasio.

Selain itu, Rasio juga menyampaikan kemajuan penanganan kasus kayu ilegal yang ditangani.

"Ada dua kasus yang sudah siap disidangkan di Sorong, kami sudah menyerahkan tersangkanya kepada pihak Kejaksaan, akan disidangkan. Itu dua kasus yang kami tangani ini dengan tersangka HBS ," papar Rasio.

Selain itu, kata dia, ada empat kasus kayu ilegal yang penyidikannya sudah selesai.

"Proses penyidikan sudah selesai, kami sudah menyerahkan kepada pihak Kejaksaan Tinggi di Makassar, yaitu dengan tersangka DG, TS, DT, dan D," tuturnya.

Baca juga: KLHK Dapat Kucuran Dana Rp 3 Triliun, Prioritaskan Pemulihan DAS dan Hutan Lindung

Rasio menjelaskan, kasus kayu ilegal yang dibawa oleh enam kapal tersebut merupakan kasus terbesar yang ditangani KLHK.

"Ini jumlah kayu merbau dengan total nilai yang sangat besar kalau kayu olahan yang disita ini, sekitar kalau 1 meter kubiknya itu Rp 20 juta karena 10 ribu meter kubiknya Rp 200 miliar," kata dia.

Ia menyatakan bahwa KPK akan mendukung kementeriannya menangani kasus-kasus kayu ilegal ini. "Kami akan terus melaporkan (perkembangannya) kepada KPK," kata Rasio.

Kompas TV Induk dan bayi orangutan terpaksa harus dievakuasi karena tubuhnya ditembaki senapan angin. Puluhan peluru bersarang di tubuh satwa yang dilindungi ini. Induk orangutan yang sudah berumur 30 tahun ini harus dirawat di Pusat Karantina Siboloangit, Medan agar sejumlah peluru itu dapat dikeluarkan seluruhnya. Sementara itu bayi orangutan yang masih berumur 1 bulan ini mati dalam perjalanan saat dievakuasi ke tempat karantina akibat kekurangan nutrisi. Menurut Kepala BKSDA Aceh penyiksaan terhadap satwa dilindungi ini awalnya diduga akibat konflik dengan manusia. Pemilik kebun mengusir orangutan karena takut tanaman mereka dirusak kemudian ada oknum warga yang memanfaatkan situasi ingin menangkap bayi orangutan. Penyidik dari Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera menyelidiki kasus penyiksaan terhadap orangutan ini. Penyidik juga telah mendapatkan laporan amunisi yang bersarang pada tubuh orangutan berjumlah 74 butir peluru. Sejumlah barang bukti data dan informasi juga telah dikumpulkan. Pelaku penganiayaan satwa dilindungi itu dapat dijerat dengan undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem dengan ancaman 5 tahun kurungan penjara dan denda Rp 200 juta. #BKSDAAceh #OrangUtanDitembak #HewanDilindungi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com