JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin mempertanyakan pelaporan terhadapnya ke Badan Pengawas Pemilu atas tuduhan membiarkan penyebaran hoaks yang merugikan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Sebelumnya, beredar sebuah video yang viral di media sosial dengan durasi 1 menit 25 detik.
Dalam video itu, pada sebuah acara, ada seseorang yang berbicara mengajak masyarakat ikut memenangkan Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.
Jika tidak, Nahdlatul Ulama akan menjadi fosil di masa depan. Selain itu, jika Ma'ruf Amin kalah maka tidak akan ada lagi Hari Santri Nasional dan zikir di Istana. Diduga, Ma'ruf juga hadir dalam acara tersebut.
Baca juga: Maruf Amin Dilaporkan ke Bawaslu karena Dianggap Biarkan Hoaks yang Rugikan Prabowo-Sandi
Menurut Ma'ruf, laporan terkait video yang viral tersebut tidak tepat.
"Menurut saya ya itu tidak tepat kalau dianggap melanggar kan bukan di tempat terbuka, belum mengajak orang," ujar Ma'ruf melalui keterangan tertulis, Jumat (22/3/2019).
Ma'ruf menyampaikan ini di sela-sela kunjungannya ke Samarinda. Dia menjelaskan pertemuan dalam video itu adalah pertemuan internal antara kiai. Dalam pertemuan semacam itu, kata dia, wajar jika antara sesama kiai saling bertukar pandangan.
Ma'ruf mengatakan sesama ulama bukan saling menceramahi melainkan saling mengingatkan.
"Itu pertemuan di internal. Di dalam rumah kan itu bukan di luar, pertemuannya sesama kiai. Nah kiai ketika masing-masing menyambut itu saling memberikan warning, jangan sampai terjadi ini," kata Ma'ruf.
Dia bersikap diam karena merasa pertemuan dalam video itu tidak termasuk kategori penyebaran hoaks.
"Apa salah saya? Kalau kenapa saya diam saja, karena menurut saya itu bukan sesuatu hal yang melanggar," ujar dia.
Ma'ruf mengatakan apa yang disampaikan seorang ulama dalam video itu adalah bentuk kekhawatiran tentang potensi penggurusan Islam rahmatan lil alamin, Islam Ahlussunah Wal Jamaah, dan Islam moderat.
Menurut Ma'ruf, itu adalah paham yang diikuti Nahdlatul Ulama (NU) yang dianggap paling cocok dengan Indonesia. Para ulama dalam video itu berharap persoalan politik tidak merusak paham-paham Islam ini.
"Jadi ini semacam antisipasi, jadi bukan menceritakan kebohongan tapi sesuatu yang ke depan," kata dia.
Adapun, Ma'ruf dilaporkan oleh seorang warga bernama Wahid Hasyim. Ia didampingi Koordinator Advokat Peduli Pemilu (Apelu) Papan Sapari.
"Kami melaporkan Ma'ruf karena telah membiarkan hoaks yang sudah berkembang. Pembiaran hoaks itu terjadi dalam sebuah pengajian yang dihadiri Ma'ruf, dan saat itu seorang ustaz mengatakan tidak ada lagi zikir dan tahlil di Istana," ujar Papan di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Papan menegaskan, pembiaran yang diduga dilakukan oleh Ma'ruf tidak elok karena yang bersangkutan saat ini sedang menjadi cawapres.
Dalam kasus ini, pelapor menyertakan video dan beberapa berita dari media daring guna dijadikan sebagai bukti pelaporan ke Bawaslu.
Menurut pelapor, Ma'ruf diduga telah melanggar Pasal 280 ayat 1 huruf C dan D Jo. Pasal 521 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.