JAKARTA, KOMPAS.com - Debat pertama dan kedua dirasa belum memunculkan perdebatan yang seru. Calon presiden penantang, Prabowo Subianto seharusnya menjadi sosok yang menentukan sebuah debat berjalan dinamis dan intens.
Sebab sebagai penantang, Prabowo memiliki banyak peluru untuk menyerang Jokowi. Namun Prabowo dinilai tidak memberikan serangan berarti kepada calon presiden petahana Joko Widodo.
Hal ini disampaikan oleh pengamat politik dari CSIC, Arya Fernandes. Menurut dia, momentum pada debat pertama dan kedua kurang dimanfaatkan dengan baik.
"Saya tidak tahu apakah peluru itu akan disiapkan pada last minute, pada debat keempat dan kelima. Tetapi kita sekarang tak melihat dengan baik, bagaimana terjadi penghilangan gagasan di debat itu, karena orang berdebat tentu ada perdebatan, kita tak melihat ada perdebatan itu," ujar Arya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (14/3/2019).
Baca juga: Massa Pendukung yang Tak Tertib Bisa Dikeluarkan dari Ruangan Debat
Padahal, debat menjadi salah satu tahapan penting dalam Pilpres. Masa kampanye kali ini begitu panjang tetapi perdebatan mengenai inovasi tidak banyak muncul. Debat menjadi salah satu wadah penting untuk mengampanyekan inovasi dan gagasan itu.
Orang-orang jadi menunggu waktu debat. Siapakah kandidat yang bisa menghadirkan inovasi baru untuk mereka.
Arya juga mengajak masyarakat mengingat apa yang terjadi pada elektabilitas dua pasang calon saat ini. Semuanya dalam posisi ketidakpastian. Pasangan Jokowi-Ma'ruf belum dipastikan mampu menembus elektabilitas 60 persen sedangkan Prabowo-Sandiaga belum pasti mendekat suara Jokowi-Ma'ruf.
"Nah di tengah ketidakpastian ini kita menunggu sebenarnya. Momen debat ini harus dimanfaatkan oleh kedua kandidat untuk benar-benar mencuri pemilih," ujar Arya.
Debat untuk tingkatkan elektabilitas
Sudah waktunya bagi tim sukses untuk serius melihat debat sebagai strategi mendongkrak elektabilitas. Arya menyebut alasannya karena ada gejala orang tidak tertarik lagi ikut kampanye terbuka. Biaya kampanye terbuka pun begitu mahal.
Bandingkan dengan debat di televisi yang memiliki jangkauan lebih luas. Sayangnya, dua debat terakhir tidak mampu menaikan elektabilitas pasangan calon secara signifikan.
Arya berpendapat penyebabnya adalah minim inovasi tadi. Padahal inovasi dibutuhkan untuk meyakinkan pemilih khususnya undecided voters.
"Kan yang belum memutuskan ini kan ada sekifar 15-20 persen. Ini mereka tidak terafiliasi dengan kandidat, bukan loyal voters dan mereka ini yang butuh kebaruan, gagasan baru," kata Arya.
Jangan sia-siakan
Atas pertimbangan itu semua, Arya mengatakan penting bagi kandidat untuk betul-betul memanfaatkan debat ketiga.