Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua Pihak Diingatkan untuk Tak Pertajam Polarisasi karena Beda Pilihan di Pemilu 2019

Kompas.com - 13/03/2019, 06:37 WIB
Christoforus Ristianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun politik jelang Pemilu 2019 dinilai menciptakan polarisasi di tengah masyarakat karena adanya perbedaan pilihan politik.

Hal ini dibahas dalam diskusi "Keutamaan dan Ruang Publik" di Kedai Tjikini Lima, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019), yang dihadiri akademisi STF Driyakarya Setyo Wibowo dan Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Jakarta Komaruddin Hidayat.

"Memang agak menakutkan fenomena ini. Masyarakat saat ini terbelah menjadi dua kubu, mereka tidak mau saling berkomunikasi dan tidak mau membuka diri," ujar Setyo.

Setyo menilai, persoalan polarisasi ini semakin kompleks karena kedua kubu, baik pendukung pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, maupun pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, saling bermusuhan.

Baca juga: Wacana Indonesia Bubar pada 2030 dan Ancaman Polarisasi di Masyarakat

Menurut dia, hal itu terlihat dari dua timses yang saling mengadu dan melaporkan persoalan yang dianggap merugikan pasangan yang didukungnya.

"Saling mengadu dan melapor merupakan fenomena yang kita hadapi saat ini. Demokrasi pun digunakan untuk agenda kepentingan politiknya sendiri," kata dia.

Dengan kondisi ini, menurut Setyo, yang perlu diperkuat adalah seluruh institusi negara.

"Hukum di Indonesia harus baik dan kemudian diterapkan juga dengan baik. Tidak ada solusi lainnya, hukum perlu diimplikasikan berdasarkan nilai Pancasila dan HAM," kata dia.

Baca juga: Gerindra-PKS-PAN Kembali Mesra, Polarisasi Politik 2014 Bisa Terulang

Sementara itu, Komaruddin Hidayat menilai, demokrasi yang digunakan untuk kepentingan individu atau kelompok pada Pemilu 2019 ini sebenarnya terlihat dari cara yang dilakukan tim pasangan calon untuk mendapatkan simpati masyarakat.

"Para caleg dan paslon capres-cawapres sudah mengeluarkan uang yang banyak, makanya mereka harus menang. Untuk mendapatkan suara, mereka menggunakan uang, selebriti, dan isu agama," kata Komaruddin.

"Agama dan uang menjadi instrumental. Ketika sudah dibeli, maka suara masyarakat telah hilang. Ada suatu kompromi yang bisa berujung pada pembusukan," lanjut dia.

Ia juga mengingatkan kepada seluruh pihak untuk mawas diri pada Pemilu 2019. Sebab, terdapat kerawanan yang luar biasa jika polarisasi terus terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com