Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari 10 Provinsi, Penegak Hukum di Sulsel dan NTT Dinilai Paling Kurang Tertib Administrasi

Kompas.com - 05/03/2019, 14:25 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala melihat, penegak hukum di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur (NTT) paling kurang tertib administrasi.

Adrianus berkaca pada survei kepatuhan administrasi penegak hukum yang dilakukan Ombudsman di 10 provinsi. Dari temuan survei, Sulawesi Selatan dan NTT cenderung berada pada zona kepatuhan sedang (zona kuning) dan rendah (zona merah).

"Karena dia muncul terus, kalau enggak (zona) kuning, merah. Seakan-akan memang secara umum, kualitas penegak hukum mulai dari polisi, penuntutan, peradilan hingga Lapas itu semua kurang patuh dari sisi kelengkapannya (administrasi)," kata Adrianus dalam paparan survei di Ombudsman, Jakarta, Selasa (5/3/2019).

Baca juga: Ombudsman Minta Kementerian ATR Ungkap Data Kepemilikan Lahan

Dalam survei ini, Ombudsman mengambil sampel 4 berkas perkara setiap provinsi.

Adapun kriteria berkas perkara merupakan tindak pidana umum, berkekuatan hukum tetap di tingkat pertama, putusan pidana di atas lima tahun serta perkara diputus pada periode 2015-2018.

Ombudsman kemudian meneliti pemenuhan unsur administratif pada dokumen-dokumen di tahap penyidikan, penuntutan, peradilan dan pemasyarakatan.

Baca juga: Ombudsman Nilai Penempatan TNI di Jabatan Sipil Berpotensi Maladministrasi

Misalnya, di dalam pemenuhan unsur dokumen tahap penyidikan, skor tingkat kepatuhan NTT sebesar 22,01 dan Sulawesi Selatan 47,91. Dua wilayah itu menempati zona merah.

Situasi yang sama juga terjadi pada pemenuhan unsur dokumen penuntutan. Pada kategori itu, NTT memperoleh skor 25 dan Sulawesi Selatan 4,17. Dua wilayah itu kembali menempati zona merah.

Dalam kategori pemenuhan unsur dokumen peradilan, NTT memperoleh skor 50 dan Sulawesi Selatan mendapat skor 33,93. NTT dan Sulawesi Selatan berada pada zona merah.

Baca juga: Ombudsman: Dari 10 Provinsi, Skor Indeks Malaadministrasi NTT Terendah

Adrianus berharap kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan setempat mengevaluasi implementasi peraturan perundang-undangan dan peraturan internal administrasi penanganan perkara.

"Agar tercipta tertib administrasi pada penanganan perkara tindak pidana umum," kata dia.

Ia juga menyarankan adanya sistem penanganan perkara tindak pidana umum yang terintegrasi, mulai dari penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, peradilan di pengadilan hingga pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan.

Hal itu guna meningkatkan fungsi kontrol pada penanganan perkara agar tertib administrasi.

Kompas TV Bermula dari debat yang berlangsung di hotel Sultan, Minggu lalu, terungkap bahwa Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto memiliki lahan luas yang diusahakan oleh perusahaannya PT Tusam Hutani Lestari. Kini bergulir pertanyaan publik apa sebenarnya status lahan yang dikelola Prabowo tersebut. Soal lahan ini KompasTV akan mengulasnyabersama komisioner ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih meleluisambungan satelit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com