JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon sempat menyebut Kartu Tanda Penduduk Elektronik untuk Warga Negara Asing adalah bentuk penyusupan. Padahal, hal ini diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang juga disahkan oleh DPR.
Terkait itu, Fadli mengatakan harus dilihat lagi apakah undang-undang yang ada diartikan dengan benar.
"Ya makanya kita lihat aturannya UU, apakah memang diinterpretasikan seperti itu. Kalau nanti ada orang datang ke sini berjuta-juta orang apa kita kasih e-KTP juga?" ujar Fadli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/3/2019).
Baca juga: Mendagri Sebut Isu E-KTP WNA Sengaja Dihembuskan Jelang Pemilu
Jika undang-undang tersebut menjadi landasan penerapan e-KTP untuk WNA, Fadli berpendapat seharusnya direvisi. Menurut Fadli, kartu tanda penduduk hanya untuk penduduk Indonesia saja.
Dia mengatakan, hal ini juga diterapkan di negara lain terhadap WNA. Jika ada yang diberikan, kata dia, harus memenuhi syarat-syarat tertentu terlebih dahulu.
"Makanya kita periksa, kita kaji (UU-nya) apakah seperti itu. Kalau UU salah diinterprestasikan ya kalau perlu revisi undang-undang itu. Jadi harusnya e-KTP ya harus untuk Warga Negara Indonesia," ujar Fadli.
Baca juga: Bawaslu Ciamis Temukan 3 WNA Masuk DPT Pemilu 2019
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan, e-KTP untuk WNA merupakan perintah undang-undang.
Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 63 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Pasal 63 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan menyebutkan, "Penduduk warga negara Indonesia dan orang asing yang memiliki izin tinggal tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki e-KTP".
Baca juga: Harus Ada Dasar Hukum untuk Membedakan Desain E-KTP WNA
"Penduduk WNA yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah, dan memiliki izin tinggal tetap, wajib memiliki KTP elektronik. Itu perintah UU," kata Zudan kepada Kompas.com, Selasa (26/2/2019).
Ia menjelaskan, izin tinggal tetap tersebut mengacu pada aturan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kemendagri akan mengeluarkan e-KTP jika WNA tersebut memiliki izin tinggal tetap. Prosedur dan syarat kepengurusan Itap diatur secara ketat mengacu pada sejumlah instrumen hukum.
Baca juga: TKN: Kesalahan UU Adminduk Tak Bedakan Warna E-KTP WNA
Beberapa di antaranya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2016 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015.