JAKARTA, KOMPAS.com - Evita Maryanti Tagor selaku mantan Deputi Pendanaan dan Manajemen Risiko PT Pertamina Persero mengatakan, manajemen risiko dalam proyek Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009, dilakukan oleh konsultan keuangan Deloitte.
Hal itu dikatakan Evita saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/2/2019). Evita bersaksi untuk terdakwa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Galaila Agustiawan.
"Kami sudah menyerahkan pada Deloitte Indonesia untuk melakukan due diligence, termasuk untuk melihat risiko dalam akuisis ROC lahan BMG," ujar Evita.
Baca juga: Hakim Tolak Eksepsi Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawano
Menurut Evita, awalnya memang proses investasi berjalan. Namun, pada akhirnya, investasi tidak sesuai apa yang diharapkan Pertamina.
Blok BMG ditutup setelah Roc Oil Company Ltd Australia memutuskan penghentian produksi minyak mentah. Alasannya, blok ini tidak ekonomis jika diteruskan produksi.
Menurut Evita, sejak awal memang analisis risiko hanya dilakukan pihak konsultan tanpa didampingi staf Pertamina yang menangani manajemen risiko.
Baca juga: Menurut Jaksa, Karen Agustiawan Melanggar Prinsip Good Governance
"Karena ini akuisisi pertama di luar negeri, staf saya belum berpengalaman melakukan assessment risiko di luar Indonesia," kata Evita.
Dalam surat dakwaan, Karen diduga telah mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.
Baca juga: Karen Agustiawan Persoalkan Perhitungan Kerugian Negara oleh Akuntan
Ia dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut jaksa, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Menurut jaksa, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.