JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang pemilihan presiden pada 17 April 2019, berbagai dugaan dan prediksi digulirkan termasuk mengenai sikap masing-masing calon presiden dalam menanggapi pemberitaan media massa.
Salah satunya, timbul pertanyaan mengenai keberlangsungan kemerdekaan pers di masa pemerintahan mendatang.
Anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tri Agung Kristanto mengatakan, hal itu bisa saja terjadi. Menurut Tri, potensi membatasi kemerdekaan pers bisa muncul dari kedua calon presiden, baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto.
"Dua-duanya punya potensi meredam kebebasan pers, tapi punya potensi yang sama untuk memuliakan kemerdekaaan pers," ujar Tri dalam diskusi Jaringan Nasional Jurnalis Anti Hoaks di Kebayoran, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2019).
Menurut Tri, bentuk kekuasaan dalam jabatan sebagai presiden akan cenderung ingin menguasai berbagai hal. Salah satunya, sikap dominan untuk menguasai media massa.
Baca juga: AJI Mataram: Remisi Pembunuh Wartawan Jadi Langkah Mundur Kebebasan Pers
Meski demikian, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas tersebut tetap optimistis bahwa kemerdekaan pers akan tetap ada. Apalagi, kemerdekaan pers dilandasi regulasi dan dijamin oleh konstitusi.
Misalnya, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, menjamin bahwa setiap warga negara bebas untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan atau lisan. Kemudian, setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memeroleh informasi.
"Kalau kita (wartawan) kompak, kemerdekaan pers akan tetap ada dan jadi alat kontrol kekuasaan," kata Tri.