JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hidayat Nur Wahid, mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo yang ditengarai membiayai pembangunan infrastruktur melalui utang.
Menurut Hidayat, seharusnya Presiden Jokowi memikirkan cara agar Indonesia terbebas dari jeratan utang.
"Yang paling dipentingkan adalah bukan berapa jumlah utangnya tapi bagaimana pemimpin Indonesia memikirkan agar indonesia betul-betul merdeka, termasuk merdeka dari utang," ujar Hidayat saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Baca juga: Sri Mulyani: Publik Lebih Senang Memelototi Utang...
Wakil Ketua MPR itu mengatakan, pemertintah sepatutnya dapat mencari skema agar pembangunan infrastruktur tidak diutangi oleh utang.
Dengan begitu pemerintah juga dapat mengurangi besarnya utang yang telah dimiliki sebelumnya.
Hidayat menegaskan, ke depannya sosok pemimpin Indonesia harus memiliki solusi untuk menuntaskan persoalan utang.
"Bagaimana caranya? inilah mengapa kemudian presiden digaji, kenapa presiden diberikan kewenangan. Itu kan untuk memikirkan Indonesia yang adil makmur dan betul-betul berdaulat," kata Hidayat.
"Bukan kemudian membangun atas dasar utang. Kalau begitu mah siapapun juga bisa," ucap politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Seperti diketahui, pembangunan infrastruktur menjadi program prioritas pemerintah di era kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla, meliputi infrastuktur konektivitas, pendukung ketahanan pangan, hingga telekomunikasi.
Misalnya saja jalan sepanjang 3.432 kilometer, jalur kereta api, termasuk jalur ganda dan reaktivasi sepanjang 754.59 km, 10 bandar udara baru, 19 pelabuhan baru, hingga 43 bendungan masuk dalam katalis pembangunan infrastuktur 4 tahun terakhir.
Namun belakangan, program pembangunan infrastuktur tersebut mendapatkan kritik. Penarikan utang besar-besaran selama pemerintahan Jokowi ditengarai untuk membiayai pembangunan infrastuktur yang masif.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan, utang pemerintah per September 2018 sebesar Rp 4.516 triliun, naik Rp 1.815 triliun dari posisi utang per September 2014.
Sementara itu dari Januari hingga Oktober 2018, utang pemerintah sudah mencapai Rp 333,7 triliun, lebih rendah 19,5 persen dibandingkan realisasi Januari-Oktober 2017 yang sebesar Rp 414,7 triliun.
Baca juga: Per Oktober, Utang Luar Negeri RI Naik Jadi 359,8 Miliar Dollar AS
Dalam akun twitter pribadinya, capres nomor urut 02 Prabowo Subianto menulis pentingnya pembangunan infrastruktur tanpa utang. Beberapa kali, Prabowo juga kerap mengkritik kebijakan pemerintah yang banyak menarik utang.
"Negara yang bisa memiliki pembangunan infrastruktur demi menunjang ekonomi di desa-desa tanpa bergantung oleh utang luar negeri. Jika itu terjadi, bukan tidak mungkin hasil produksi kita akan meningkat," kata Prabowo.
Sementara itu calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menyatakan berencana melanjutkan pembangunan infrastruktur tanpa membebani utang dengan menggaet pihak swasta, jika ia dan Prabowo terpilih pada Pilpres 2019.