Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum UU Penyadapan, Seharusnya Ada Aturan Hak Data Pribadi

Kompas.com - 22/11/2018, 22:17 WIB
Jessi Carina,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Badan Legislasi DPR Diah Pitaloka berpendapat, ada hal yang tak kalah penting sebelum Rancangan Undang-Undang Penyadapan dibahas lebih lanjut.

Menurut dia, aturan mengenai hak data pribadi harus dibuat terlebih dulu.

"Ini kan turunan ya. Penyadapan itu kan turunan atas hak yang dibuka dari seseorang untuk mengambil data apabila ada asumsi dia melakukan kejahatan korupsi atau terorisme. Tetapi siapa pun yang diambil hari ini informasinya, itu tidak punya hak dasar atas informasi itu," ujar Diah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (22/11/2018).

Diah mengatakan, informasi yang disadap nanti hakikatnya adalah hak pribadi seseorang.

Baca juga: Agus Rahardjo Sebut Sejak 2009 Penyadapan di KPK Tak Diaudit

 

Namun, sampai saat ini belum ada aturan atau pengakuan hukum bahwa hal itu adalah hak pribadi manusia.

Dia menilai, RUU Penyadapan akan "patah" apabila langsung diundangkan begitu saja. Sebab, UU tersebut disahkan tidak dibangun di atas hak seseorang.

"Siapa pun mengambil data siapa pun hari ini, tidak ada dasarnya. Itu kan ngeri," kata Diah.

"Seharusnya minimal ada pengakuan bahwa informasi dari kita sebagai individu itu adalah hak dasar kita, karena itu kehidupan orang. Itu harus dipikirkan menurut saya," tambah dia.

Pada hari ini, Baleg DPR kembali membahas secara tertutup mengenai RUU Penyadapan tersebut. Diah mengatakan usulannya itu telah diungkapkan dalam rapat.

Baca juga: Ingin Leluasa, KPK Tak Sepakat Penyadapan Harus Izin Pengadilan

Diah mengaku belum tahu apakah sebaiknya hak data pribadi ini dibuat dalam bentuk UU terpisah atau masuk dalam RUU Penyadapan.

Namun, dia menegaskan hal ini harus diatur terlebih dulu.

Badan legislasi (Baleg) DPR RI sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penyadapan.

Dalam draf tersebut, penegak hukum harus berkoordinasi dengan pengadilan saat hendak menyadap.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com