JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak permohonan justice collaborator yang diajukan mantan anggota Komisi I DPR, Fayakhun Andriadi.
Menurut hakim, Fayakhun tidak memenuhi kualifikasi sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
"Permohonan sebagai justice collaborator tidak dapat majelis kabulkan," ujar anggota majelis hakim Anshori Saifuddin saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Baca juga: Politisi Golkar Fayakhun Andriadi Divonis 8 Tahun Penjara
Menurut hakim, seusai syarat yang diatur undang-undang, seorang justice collaborator tidak boleh pelaku utama dalam perkara yang dihadapi. Selain itu, pemohon JC harus memberikan keterangan yang signifikan untuk mengungkap pelaku lain yang lebih besar.
Namun, menurut hakim, Fayakhun tergolong sebagai pelaku utama dalam perkaranya. Selain itu, jaksa KPK juga tidak menyampaikan keterangan tertulis kepada majelis hakim bahwa Fayakhun adalah justice collaborator.
Fayakhun divonis 8 tahun penjara dan dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim juga mencabut hak politik Fayakhun selama 5 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Baca juga: Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi
Menurut hakim, Fayakhun terbukti menerima suap 911.480 dollar Amerika Serikat. Uang tersebut diberikan oleh Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah.
Uang tersebut diberikan agar Fayakhun selaku anggota Komisi I DPR mengupayakan alokasi atau ploting penambahan anggaran pada Badan Keamanan Laut (Bakamla). Anggaran tersebut rencananya untuk pengadaan satelit monitoring dan drone.
Menurut hakim, anggaran tersebut diusulkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016.