Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Tunda Kenaikan Harga Premium, Pertamina Tanggung Beban Rp 40 Triliun?

Kompas.com - 18/10/2018, 18:12 WIB
Yoga Sukmana,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo telah memutuskan untuk menunda kenaikan harga bahan bakar Premium atau RON 88 pada 10 Oktober 2018 lalu. Namun, keputusan itu dinilai akan berpengaruh besar kepada PT Pertamina Persero. Perusahaan migas plat merah itu dinilai akan menanggung beban besar.

"Kenaikan ini memang mau tidak mau sebenarnya harus dilakukan dari sisi keekonomian harga BBM kita saat ini," ujar Direktur Eksekutif Energy Wacth Mamit Setiawan dalam acara dikskusi di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Dengan asumsi harga minyak dunia mencapai 80 dollar per berrel, kurs rupiah di atas 15.000 per dollar AS, maka kata dia, harga keekonomian premium atau pertalite harusnya sudah mencapai 9.600-9.800 per liter.

Baca juga: Jokowi: Keuntungan Pertamina Tak Signifikan Naik jika Harga Premium Naik

Sementara saat ini harga premium di pasaran dipatok Rp 6.450 per liter saja. Jadi ada selisih Rp 3.150 per liter antara harga di pasaran dengan keekonomiannya.

"Saat ini kuota premium untuk seluruh Indonesia adalah 11,8 juta kilo liter, dengan kuota tersebut seandainya sampai akhir 2018 tak naik, maka potensi kerugian Pertamina sekitar Rp 23,6 triliun. itu jumlah yang sangat besar," kata Mamit.

Tak hanya itu, Pertamina akan mendapatkan beban lebih besar karena pemerintah juga menahan harhga pertalite. Menurut dia, dengan konsumsi 40.000 kilo liter per hari, maka Pertamina akan merugi Rp 24,4 triliun sampai akhir tahun.

"Jadi (total) sekitar Rp 40-an triliun mereka akan mengalami defisit," kata dia.

Baca juga: Harga Premium Batal Naik, Pemerintah Sebut Keuangan Pertamina Aman

Saat ini, kebutuhan konsumi BBM mencapi 1,6 juta barrel per hari. Sementara itu produksi Pertamina hanya 800.000 barrel per hari.

Untuk menutupi kebutuhan, Pertamina mengimpor 250.000 barrel per hari untuk minyak produk dan sekitar 300.000 barrel per hari untuk minyak mentah.

Saat ini, ucap Mamit, tak ada negara yang memproduksi RON 88. Dengan begitu maka Pertamina harus membeli minyak RON yang lebih tinggi dan dioleh lagi menjadi RON 88 atau kita kenal dengan premium.

Meski dibebani oleh harga premium dan pertalite yang tidak naik, Mamit yakin Pertamina tetap untung karena masih ada sektor hilir.

Meski begitu, ia memproyeksikan keuntungan Pertamina tahun ini akan menyusut hingga 50 persen akibat beban tersebut.

Di tempat yang sama, Dosen Fisip UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dani Setiawan yakin keputusan pemerintah menunda kenaikan harga premium sudah melalui pertimbangan yang matang.

Oleh karena itu, ia meyakini pemerintah sudah memiliki cara untuk menambal berbagai hal, termasuk kerugian Pertamina, akibat pembatalan kenaikan harga Premium tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com