Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Kampanye yang Mendidik...

Kompas.com - 18/10/2018, 12:39 WIB
Kristian Erdianto,
Fitria Chusna Farisa,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga pekan sejak dimulainya masa kampanye Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, dua kubu yang berkontestasi dinilai belum memunculkan perdebatan mengenai ide dan gagasan yang mencerahkan masyarakat.

Publik justru disuguhkan isu-isu yang tidak substansial, bahkan cenderung destruktif, minim mutu dan tidak mendidik.

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto berpendapat hingga saat ini, baik tim sukses pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, masih memakai strategi saling menyerang. Isu yang ditampilkan pun jauh dari pertarungan ide serta gagasan.

Kedua kubu, bisa dikatakan, justru mengedepankan kampanye hitam, yang berusaha menyerang kelemahan lawan tanpa berdasarkan fakta, data dan solusi permasalahan.

Analis politik Gun Gun Heryanto di Jakarta, Sabtu (25/11/2017)Kompas.com/YOGA SUKMANA Analis politik Gun Gun Heryanto di Jakarta, Sabtu (25/11/2017)
"Memang tiga pekan masa kampanye itu energi kreatif kampanye lebih banyak tersedot di isu-isu kulit permukaan yang sebenarnya lebih menunjukkan dialektika relasional atau munculnya ketegangan-ketegangan berkelanjutan. Itu sebenarnya bukan isu substantif tapi lebih kepada isu-isu yang destruktif," ujar Gun Gun saat dihubungi, Selasa (16/10/2018).

Baca juga: Pengamat: Kampanye Negatif Boleh, tetapi Kampanye Positif Harus Diutamakan

Gun Gun mencontohkan perdebatan dua kubu seputar berita bohong atau hoaks penganiayaan Ratna Sarumpaet. Tim Kampenye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga sama-sama fokus pada narasi pembenaran, bukan kebenaran.

Narasi pembenaran, kata Gun Gun, berakibat pada menguatnya polarisasi di masyarakat terkait suka atau tidak suka pada salah satu pasangan calon. Seharusnya perdebatan antara dua kubu menciptakan pemahaman masyarakat terhadap program dan gagasan masing-masing pasangan calon.

"Proses mencari pembenaran atau justifikasi itu akan lebih banyak menguatkan polarisasi tajam soal suka dan tidak suka, bukan soal understanding program atau gagasan dari sejumlah penajaman konsep dan data," tuturnya.

Dalam ilmu komunikasi politik, lanjut Gun Gun, fase awal kampanye seharusnya diisi dengan pengenalan gagasan dari masing-masing pasangan calon. Misalnya, jika kubu Prabowo tidak setuju dengan berbagai kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, maka kontra-narasi yang ditampilkan sebaiknya menyertakan solusi yang ditawarkan. Begitu juga sebaliknya.

Dengan demikian masyarakat menjadi tercerahkan secara politik melalui pertarungan ide dan gagasan.

Baca juga: Kalla: Kampanye Negatif Kadang Susah Dihindari...

"Kan sudah terbentuk hanya dua pasangan kandidat, harusnya ini jadi momentum bagus untuk membangun dialektika. Ada tesis dan antitesis," kata Gun Gun.

"Saya tadinya berharap karena ini momentum head to head dan mengulang 2014, dari awal tahapannya adalah bikin narasi dan kontra narasi sehingga modelnya mempertajam (ide dan gagasan). Jadi sekarang lebih banyak (perdebatan) bukan pada aspek literasi politik," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyebut, para elite dan aktor politik punya tanggung jawab moral dan hukum untuk memberikan pendidikan politik selama masa kampanye Pemilu.

Baca juga: Mengapa Kampanye Negatif Boleh, Kampanye Hitam Tak Boleh?

Hal itu penting untuk mengedukasi para pemilih, elite jangan sekadar menyajikan kontroversi yang tidak punya substansi.

"Jadi sebenarnya mereka itu punya tanggung jawab untuk menjaga agar ruang publik kita hadir dengan diskursus politik yang mendidik. Bukan sekadar mencari publisitas yang melahirkan kontoversi dan menjatuhkan di antara para lawan politik," kata Titi saat dihubungi Kompas.com, Selasa (16/10/2018).

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com