JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD sepakat jika demokrasi di Indonesia saat ini disebut sebagai demokrasi yang kebablasan.
Sebab, sistem demokrasi kerap kali menjadi celah bagi para oknum pejabat untuk melakukan korupsi.
"Sekarang demokrasi itu digunakan jalan untuk korupsi. Korupsi itu ditempuh melalui proses demokrasi sehingga satu yang salah itu disahkan oleh lembaga demokrasi sehingga menjadi benar," kata Mahfud dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Baca juga: Mahfud MD: Ada yang Nekat Mengatakan #2019GantiPresiden Makar, di Mana Makarnya?
Mahfud mencontohkan, proses pembuatan undang-undang yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah.
Menurut dia, kerap kali pasal atau UU yang dibahas tersebut diperjualbelikan untuk kepentingan kelompok tertentu.
"Anda mau korupsi sesuatu, lewat DPR saja. Pesan pasal, pesan undang-undang. Di situ korupsi bisa dilakukan. Ketika mau ditangani secara hukum, 'ini ada undang-undangnya, sudah disetujui DPR'. Nah, itu yang dimaksud demokrasi kebablasan," kata Mahfud.
Baca juga: Data BKN, Ada 2.357 Koruptor yang Masih Berstatus PNS
Mahfud mengutip pernyataan ekonom Rizal Ramli yang menyebut bahwa kondisi demokrasi seperti ini adalah demokrasi kriminal.
Ia juga mengutip sebuah penelitian yang dilakukan oleh lembaga di Australia. Penelitian itu berangkat dari asumsi bahwa jika demokrasi semakin maju, maka korupsi akan bisa dikurangi.
"Tapi hasil penelitian menyebutkan di Indonesia semakin demokrasi semakin banyak korupsinya, berbeda dengan teori yang berlaku," ujarnya.
Mahfud mengatakan, akibat korupsi yang dilakukan dengan menggunakan celah demokrasi ini, sejumlah anggota DPR sudah menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Saya sebagai mantan ketua MK tahu persis minimal yang sampai hari ini ada di penjara itu ya karena menjual pasal. Jadi kamu mau pasal apa bayar ke dia, sekarang ada delapan orang dipenjara dari DPR, baru keluar satu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.