JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menilai, ditangkapnya hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, Merry Purba oleh KPK, tak serta merta merusak citra peradilan yang sudah dibangun pasca-reformasi.
"KY kembali konsisten menyuarakan bahwa tidaklah layak karena nila setitik rusak susu sebelanga, begitu juga analoginya atas peristiwa tersebut," ujar Farid dalam siaran pers, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
"Tidaklah wajar cap negatif diberlakukan pada peradilan kita karena ulah oknum segelintir hakim," sambung dia.
Menurut Farid, sejak 17 tahun reformasi peradilan berjalan, berbagai perbaikan sudah bisa dicapai. Misalnya keterbukaan informasi, sistem manajemen perkara dan pelayanan satu pintu.
Meski begitu, KY tak menampik ada berbagai celah yang belum tertutup sehingga masih terjadi kasus-kasus yang menjerat oknum-oknum di peradilan.
Penggunaan diksi "oknum" pada OTT hakim Merry Purba dinilai layak. Sebab kata Farid, nilai kebaikan dan integritas masih jadi yang dominan pada peradilan secara umum.
Baginya, seluruh warga peradilan tak perlu malu atau rendah diri. Sebab nilai kebaikan masih ada, bahkan dominan dalam lembaga peradilan saat ini.
Di sisi lain, KY mendorong KPK untuk menangani kasus ini secara proporsional dan profesional. Farid meminta KPK untuk mengusut siapapun yang terlibat.
"KY memastikan tetap bersama dunia peradilan dan akan terus menjadi penyeimbang, menjadi pembela sekaligus yang paling keras menusuk di saat bersamaan," ucap dia.
Baca juga: KPK Dalami Pertemuan Sejumlah Hakim Terkait Kasus Suap Hakim PN Medan
KPK sebelumnya menangkap delapan orang dalam operasi tangkap tangan di Medan, Sumatera Utara. Sebanyak empat orang di antaranya adalah hakim. Masing-masing, yakni Ketua Pengadilan Negeri Medan Marsuddin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo.
Kemudian, hakim Sontan Merauke Sinaga dan hakim adhoc Merry Purba. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dan gelar perkara, KPK hanya menetapkan Merry Purba sebagai tersangka.
Merry disangka menerima suap 280.000 dollar Singapura dari terdakwa Tamin Sukardi. Suap itu diduga untuk memengaruhi putusan hakim dalam perkara korupsi penjualan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2 dengan terdakwa Tamin Sukardi.