JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengharapkan agar Presiden Joko Widodo dapat menjadi pihak ketiga yang memulihkan hubungan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Pada Selasa (24/7/2018), SBY membeberkan kepada publik bahwa hubungannya dengan Megawati masih berjarak. Menurut Yunarto, pengakuan tersebut adalah cara SBY memberi sinyal kepada Jokowi.
"Tidak ada makna dari membuka tabir masa lalu selain memberikan pesan itu kepada Jokowi, yang dianggap bisa menjadi pihak ketiga yang menyelesaikan," ujar Yunarto ketika dihubungi oleh Kompas.com, Kamis (26/7/2018).
Jokowi dinilai Yunarto mampu menuntaskan permasalahan gengsi dua elite politik tersebut.
Baca juga: Hubungan SBY dan Megawati Buruk, Elite Dinilai Tak Dewasa Berpolitik
Yunarto menjelaskan bahwa Jokowi sebagai presiden RI saat ini tidak memiliki "darah biru", atau bukan berasal dari dinasti politik mana pun. Oleh sebab itu, karakter berpolitik Jokowi lebih luwes sehingga dapat merangkul semua pihak.
Menurut Yunarto, pemulihan hubungan keduanya tak lagi sebatas pada prospek koalisi antara kedua partai. Melainkan, pemulihan hubungan itu diharapkan dapat mengubah pandangan publik terkait hubungan antar-elite politik.
"Saya berharap Jokowi bisa menjembatani hubungan SBY-Mega tanpa harus memaksakan berkoalisi," kata Yunarto.
"Akan tetapi, bagaimana kemudian persepsi mengenai konflik antara kedua politisi besar bisa dihilangkan," ujarnya.
Baca juga: Kata SBY, Tuhan Belum Menakdirkan Hubungannya dengan Megawati Kembali Normal
Sebelumnya, SBY juga mengakui bahwa hubungannya yang mandek dengan Megawati menjadi penghambat gabungnya Demokrat dalam koalisi pendukung Jokowi pada Pilpres 2019.
Hal itu disampaikan SBY setelah melakukan penjajakan politik dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Rabu (25/7/2018).
Konflik antara Megawati dengan SBY berawal dari niat SBY maju Pilpres 2004. Saat itu, Megawati menjabat sebagai presiden dan SBY menjabat Menko Polhukam.
Singkat cerita, SBY kemudian mundur sebagai menteri lalu mendeklarasikan Partai Demokrat. SBY kemudian maju sebagai capres bersama Jusuf Kalla, kemudian memenangi Pilpres 2004.
Saat itu, pasangan SBY-JK mengalahkan Megawati sebagai petahana yang berpasangan dengan tokoh Nahdlatul Ulama, Hasyim Muzadi.