Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diperiksa KPK, Idrus Marham Dicecar 20 Pertanyaan terkait Kasus PLTU Riau-1

Kompas.com - 26/07/2018, 19:58 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial Idrus Marham mengaku mendapat 20 pertanyaan dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang pemeriksaannya selama 9 jam, Kamis (26/7/2018). 

"Ini pemeriksaan lanjutan yang dilakukan pada tanggal 19 Juli yang lalu dan dilanjutkan pada hari ini. Secara keseluruhan ada sekitar hampir 20 pertanyaan kepada saya," kata Idrus, Kamis malam.

Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Baca juga: Idrus Marham Mengaku Kenal dengan Dua Tersangka Kasus PLTU Riau-1

Menurut dia, 20 pertanyaan itu terkait dengan tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.

"Dan semuanya sudah saya jelaskan, seperti yang ditanyakan penyidik, sesuai apa yang saya ketahui terkait dengan tersangka baik saudara Eni Saragih dan Johannes Kotjo," sambungnya.

Namun, Idrus enggan menjelaskan secara spesifik pokok-pokok pemeriksaan yang telah dijalaninya hari ini.

Baca juga: Idrus Marham Diperiksa 12 Jam, KPK Dalami Pertemuan dengan Eni Saragih

"Pokoknya pertanyaan-pertanyaan penyidik semua sudah saya jelaskan. Dan selesai tadi saya lama turun, karena saya buka puasa dulu lalu shalat Magrib. Baru turun," kata Idrus.

Sebelumnya Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, pemeriksaan terhadap Idrus guna mengonfirmasi sejumlah hal.

"Terkait misalnya dengan kemarin pemeriksaan mengklarifikasi pertemuan-pertemuan dengan tersangka. Itu sudah kami tanya dan setelah kami pelajari ada beberapa hal di dalam hal tersebut," kata Febri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (25/7/2018).

Baca juga: Kronologi Penangkapan Anggota DPR di Rumah Dinas Mensos Idrus oleh KPK

KPK juga akan mendalami lebih jauh berbagai pokok pembicaraan terkait proyek PLTU Riau-1 yang ada dalam setiap pertemuan, baik formal maupun informal.

"Apakah dalam konteks pertemuan resmi kedinasan atau ada pertemuan lain yang membicarakan proyek Riau. Tentu perlu klarifikasi benar atau tidak seperti itu," kata Febri.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.

Baca juga: Sofyan Basir Dicecar KPK soal Jabatan Dirut PLN hingga Proses Penunjukkan Langsung PLTU Riau-1

Politisi Partai Golkar itu ditangkap KPK saat sedang berada di kediaman Idrus Marham.

Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Fee tersebut diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited. Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.

Kompas TV Menteri Sosial Idrus Marham menyatakan pemeriksaan dirinya oleh penyidik KPK merupakan pemeriksaan lanjutan dari pemanggilan sebelumnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com