JAKARTA, KOMPAS.com - "Mereka seperti kumpulan orang aneh yang mengambil opsi untuk melawan kekuasan Orde Baru Soeharto."
Kalimat itu diungkapkan sastrawan Floribertus Rahardi untuk menggambarkan perjuangan tokoh Nahdlatul Ulama, Abdurrahman Wahid, bersama sejumlah sahabatnya.
Perjalanan pria yang akrab disapa Gus Dur saat berjibaku merintis tegaknya demokrasi di Indonesia itu diungkap ke publik oleh sahabatnya, sekaligus mantan Pejabat Sementara Sekretaris Negara Bondan Gunawan.
Melalui bukunya, Hari-hari Terakhir bersama Gus Dur (2018), Bondan Gunawan menceritakan persahabatannya dengan Presiden ke-4 RI itu.
"Saya pribadi ingin mengungkapan beberapa hal yang mungkin masih menjadi cerita berkabut," tulis Bondan di awal buku tersebut.
Baca juga: Cerita Orang Dekat tentang Kemampuan Gaib Gus Dur
Buku yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas itu diluncurkan di Museum Nasional, Jakarta pada Rabu (25/7/2018).
Saat memberikan sambutan, Bondan mengungkapan bahwa bukunya menceritakan perjuangannya bersama Gus Dur, mulai dari membentuk Forum Demokrasi (Fordem) pada 3 April 1991.
Di bagian bukunya, Bondan juga menceritakan sejumlah langkah politik hingga Gus Dur dapat merangkul kelompok minoritas.
Sebagai mantan Pejabat Sementara Sekretaris Negara, Bondan juga menceritakan perjuangan bersama Gus Dur di dalam pemerintahan. Salah satunya yakni cerita saat berdialog dengan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka pada Maret 2000.
Tak hanya itu, buku Hari-hari Terakhir bersama Gus Dur juga mengungkapan kesan Bondan tantang tumbangnya kekuasaan cucu dari pendiri NU Hasyim Asy'ari tersebut.
Bahkan, Bondan juga mengungkapkan aktivitas Gus Dur setelah tak lagi menjadi orang nomor satu di Indonesia.
"Saya harap agar buku ini dapat menjadi bacaan generasi muda. Kami berangkat dari kelompok yang berbeda, tetapi ketika kami bicara negera ini dikuasai oleh kekuatan tertentu, tidak ada perbedaan itu. dalam hal ini, kami jelas berbeda tetapi demi satu cita cita kami satu," kata Bondan.