JAKARTA, KOMPAS.com - Usai menggeledah kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero sejak sekitar pukul 18.40 WIB, Senin (16/7/2018), sebanyak 8 orang tim dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keluar dari gedung PLN sekitar pukul 00.20 WIB, Selasa (17/7/2018).
Delapan orang yang dikawal anggota kepolisian itu tampak membawa tiga koper warna hitam dan tiga kardus berwarna coklat.
Selama lima menit, tim KPK menunggu tiga mobil di lobi kantor PLN. Sekitar pukul 00.25 WIB mereka pun memasuki ketiga mobil tersebut dan langsung keluar dari gedung PLN.
Selain di kantor PLN, KPK juga menggeledah kantor PT Indonesia Power di kawasan Gatot Subroto, Jakarta, Senin (16/7/2018) malam.
PT Indonesia Power merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero yang sebelumnya bernama PT Pembangkit Jawa Bali I (PT PJB I). KPK juga menggeledah ruang kerja tersangka Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Baca juga: KPK Tegaskan Dirut PLN Sofyan Basir Masih Berstatus Saksi
Penggeledahan ini masih terkait untuk mencari bukti-bukti terkait kasus kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, cukup banyak dokumen-dokumen yang ditemukan terkait proyek tersebut dalam sejumlah penggeledahan di sejumlah tempat belakangan ini.
"Cukup banyak dokumen terkait Riau-1 yang kami temukan. Termasuk dokumen yang menjelaskan skema kerja sama sejumlah pihak dkasus ini. Ada juga barang bukti yang diamankan, diantaranya CCTV dan alat komunikasi. Itu informasi awal yang kami bisa sampaikan," kata Febri dalam keterangan tertulisnya, Senin (16/7/2018).
KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebagai tersangka atas kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
KPK juga menetapkan seorang pengusaha sekaligus salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo, yang diduga menjadi pihak pemberi suap.
Baca juga: Dirut PLN Sebut Tim KPK Geledah Sejumlah Titik di Gedung PLN Pusat
KPK telah melakukan penyelidikan kasus ini sejak Juni 2018, setelah mendapatkan informasi dari masyarakat.
Pada Jumat (13/7/2018) siang, tim penindakan KPK mengidentifikasi adanya penyerahan uang dari Audrey Ratna Justianty kepada Tahta Maharaya di lantai 8 gedung Graha BIP.
Audrey merupakan sekretaris Johannes Budisutrisno Kotjo. Sedangkan Tahta adalah staf sekaligus keponakan Eni Maulani Saragih
Menurut dugaan KPK, Eni menerima suap total sebesar Rp 4,8 miliar yang merupakan commitment fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt itu.
Diduga, suap diberikan agar proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1 berjalan mulus.