Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Posisi Jokowi Dinilai Lebih Rumit dalam Menghadapi Pilpres 2019

Kompas.com - 11/07/2018, 07:35 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfaraby, menilai, Presiden Joko Widodo masih berada dalam posisi yang rumit menjelang Pilpres 2019.

Pertama, kata dia, posisi elektoral Jokowi lebih rendah dibandingkan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada kontestasi politik keduanya. Pada waktu itu, dalam berbagai survei, elektabilitas SBY pada periode keduanya berada di atas 60 persen.

Baca juga: Saat Dua Menteri Mengungkit Masa-masa Jadi Timses Jokowi-JK di Hadapan Anies...

Sementara Jokowi saat ini masih di bawah 50 persen dalam berbagai survei.

"SBY begitu leluasa memilih siapa cawapres di Pilpres 2009. Karena itu, kita terkejut saat muncul nama Boediono sebagai pendamping SBY. Memang poin pertama faktor elektoral membuat situasi siapa cawapres Jokowi makin rumit," ujarnya di kantor LSI, Jakarta, Selasa (10/7/2018).

Ia menuturkan, faktor elektoral membuat posisi Jokowi yang juga merupakan petugas partai PDI-P cenderung rumit dalam penentuan cawapresnya.

Baca juga: Pengamat: Mahfud MD Figur Komplet Jadi Cawapres bagi Jokowi

Sebab, calon dari partai biasanya harus mengikuti keputusan partai yang datang dari ketua umumnya, dalam hal ini Megawati Soekarnoputri.

Adjie juga menduga ada proses diskusi dan perdebatan alot di internal koalisi Jokowi maupun internal PDI-P dalam penentuan cawapres.

"Mengapa sampai saat ini nama cawapres belum muncul? Salah satu faktornya adalah perdebatan di internal koalisi Jokowi," kata dia.

Baca juga: Politisi PKS: Prabowo Penantang Kuat Jokowi, yang Lain Masih Berat

"Ini jadi posisi yang rumit. Tapi di sisi lain kita lihat, Jokowi diuntungkan beberapa partai yang telah secara resmi mendeklarasikan dukungan ke Jokowi," lanjutnya.

Dengan tiket dari partai koalisi lainnya, Adjie juga menilai posisi Jokowi cenderung lebih kuat dan sedikit leluasa dalam menentukan nama cawapresnya dibandingkan posisi Megawati.

"Kalau kita lihat dari sisi bergaining, saat ini PDI-P tidak punya pilihan yang banyak ya untuk memaksakan internal dari PDI-P karena tadi tiket sudah diraih Jokowi. Jadi posisi Jokowi lebih kuat dibandingkan posisi Megawati  untuk menentukan siapa cawapres Jokowi," ungkap dia.

Baca juga: Jelang Pilpres 2019, Jokowi Ingatkan Pandai-pandai Memilih Pemimpin

Selain itu, kata Adjie, PDI-P tak bisa memaksa Jokowi untuk menentukan cawapresnya dari internal PDI-P. Sebab, partai ini tak memiliki kader yang mampu mendongkrak elektabilitas Jokowi secara signifikan dan meningkatkan kualitas pemerintahan nantinya.

"Dari nama yang sempat muncul kan seperti Puan Maharani. Itu adalah nama yang sebetulnya tidak populer di publik dan secara kualitatif tidak kuat meningkatkan kualitas pemerintahan," ujarnya.

Kompas TV Simak dialognya dalam Kompas Petang berikut ini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com