Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rapat Pertama soal Pemberian SKL BLBI Dilakukan di Rumah Pribadi Megawati

Kompas.com - 05/07/2018, 18:42 WIB
Abba Gabrillin,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie mengatakan bahwa rapat pertama untuk membahas rencana pemerintah memberikan Surat Keterangan Lunas terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dilakukan di rumah Presiden Megawati Soekarnoputri.

Rapat digelar di rumah Mega yang berada di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

"Dalam rapat, saya beralasan bahwa rapat di Teuku Umar tidak sah, karena tidak ada undangan tertulis dan tidak dilaksanakan di Istana Negara," ujar Kwik saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/7/2018).

Baca juga: Menurut Kwik Kian Gie, Megawati Perintahkan Yusril Buat Draf Inpres SKL BLBI

Menurut Kwik, dia mengajukan keberatan karena menganggap rapat di rumah pribadi itu tidak sah dianggap sebagai rapat kabinet. Akhirnya, Megawati menutup rapat dan membatalkan kesepakatan di Teuku Umar tersebut.

Saat itu, pertemuan dihadiri Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Kemudian, Laksamana Sukardi selaku Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Selain itu, pertemuan dihadiri juga oleh Jaksa Agung. Saat itu dibicarakan bahwa pemerintah berencana menerbitkan SKL kepada debitur penerima dana BLBI yang bersikap kooperatif.

Selanjutnya, menurut Kwik, dilakuan dua kali rapat kabinet di Istana Negara. Pada akhirnya, Presiden menyetujui pemberian SKL dengan memerintahkan penerbitan instruksi presiden.

Baca juga: Kwik Kian Gie Menentang Pemberian SKL BLBI yang Disetujui Megawati

Kwik bersaksi untuk terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Dalam kasus ini, Syafruddin didakwa merugikan negara sekitar Rp 4,5 triliun terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Menurut jaksa, perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Keuntungan yang diperoleh Sjamsul dinilai sebagai kerugian negara.

Baca juga: Alasan Kwik Kian Gie Tolak Keputusan Megawati dan Pendapat Kabinet soal SKL BLBI

Menurut jaksa, Syafruddin selaku Kepala BPPN diduga melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM). Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, menurut jaksa, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Kesalahan itu membuat seolah-olah sebagai piutang yang lancar (misrepresentasi).

Kompas TV Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie menjadi saksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan di Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com