Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKPU Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Tak Perlu Diundangkan

Kompas.com - 22/06/2018, 22:09 WIB
Moh Nadlir,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menganggap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) larangan mantan koruptor ikut Pileg 2019 sudah bisa diterapkan.

Apalagi, berbagai syarat proses penyusunan PKPU telah dipenuhi oleh KPU sebagai penyelenggara Pemilu.

"Sebenarnya bisa dikatakan peraturan itu begitu ditandatangi berlaku," ujar Bivitri di Kantor KPU RI, Jakarta, Jumat (22/6/2018).

Adapun proses pengundangan PKPU tersebut ke Kementerian Hukum dan HAM sifatnya hanya administratif semata.

"Kalaupun ada hal-hal yang perlu diperbaiki konteksnya bukan dalam pengundangan. Tapi konteks lainnya, pengujian lewat Mahkamah Agung," kata Bivitri.

Baca juga: Larangan Mantan Napi Korupsi Ditolak Pemerintah, Menkumham Di Bawah Tekanan?

Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute (KJI) Ahmad Redi juga berpendapat bahwa PKPU sudah bisa diterapkan.

Sebab, meski tidak diundangkan, PKPU tersebut tetap memiliki kekuatan hukum mengikat yang berlaku.

"Kami mendukung KPU untuk segera memberlakukan, menyebarluaskan PKPU ini, karena tahapan sudah dekat," kata Redi.

Penundaan proses pengundangan PKPU itu menjadi peraturan perundang-undangan pun dianggap tak berdasar.

Baca juga: Langkah KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Terganjal Pemerintah

"PKPU ini sesuatu yang urgent tidak bisa ditunda begitu panjang, proses penundaan oleh Menkumham itu tidak punya dasar hukum yang jelas," ujar Redi.

Tak berbeda, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi juga mengungkapkan, PKPU itu sah ketika ditetapkan oleh PKPU.

Karena itu, PKPU tersebut sudah dapat diterapkan usai ditetapkan sama halnya seperti Peraturan Mahkamah Konstitusi.

"Jadi tidak perlu diperdebatkan, peraturan KPU sah atau tidak. Sama halnya seperti Peraturan MK, ketika peraturan itu ditetapkan maka peraturan itu berlaku," kata Veri.

"Daripada jadi polemik berkepanjangan padahal tahapan pemilu sudah berjalan, sudah dekat, peraturan ini dibutuhkan maka, sebagai lembaga independen, KPU harus mandiri," tambahnya.

Kompas TV Jalan tengah seperti apa yang bisa diambil agar upaya menciptakan anggota legislatif yang bersih dan berintegritas bisa terwujud?


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com