Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah "Penyanderaan" PKPU Terulang, Permen Diusulkan Dihapus

Kompas.com - 13/06/2018, 16:58 WIB
Moh Nadlir,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun usul agar ke depan produk peraturan perundang-undangan di tingkat menteri ditiadakan.

Sebab, ia menganggap, "penyanderaan" Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019 adalah imbas peraturan tersebut.

"Sehingga kasus PKPU yang tak juga diundangkan oleh Kemenkumham itu bisa dihindari," ujar Refly dihubungi Kompas.com, Rabu (13/6/2018).

Menurut Refly, ke depan semua peraturan perundang-undangan di tingkat menteri yang sifatnya untuk eksternal harus diterbitkan melalui peraturan presiden (perpres).

Baca juga: Refly: Kemenkumham Tak Perlu Ikut Campur Substansi PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg

"Ke depan cukup perpres, sehingga semuanya terkontrol dan tidak masing-masing, sektoral," ujar Refly.

"Supaya presiden tanggung jawab, itu merampingkan regulasi kita," tambah Refly.

Kata Refly, jika tak ditiadakan, ia usul agar peraturan menteri tersebut sifatnya hanya untuk internal dan bukan eksternal.

"Jadi karena peraturan internal, dia tidak bisa mengikat pihak luar, di dalam saja," kata Refly.

Namun Refly memberi pengecualian, lembaga-lembaga pemerintah yang independen tetap diberikan kewenangan untuk membuat aturan yang sifatnya mengikat eksternal.

"Kalau peraturan lembaga independen, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi itu silakan buat aturan sendiri," terang Refly.

Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Viryan menyebut Kementerian Hukum dan HAM melampaui kewenangannya karena enggan segera mengundangkan Peraturan KPU ( PKPU) soal larangan mantan narapidana kasus korupsi ikut Pileg 2019.

Alasannya, Kemenkumham mengambil kewenangan lembaga lainnya yang berhak mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu apakah sesuai atau tidak dengan Undang-Undang yang lebih tinggi.

Baca juga: Tolak PKPU Larangan Eks Koruptor Nyaleg, Kemenkumham Dinilai Inkonsisten

"Jadi Kemenkumham tidak bisa lakukan demikian. Kemenkumham sudah ambil porsi dari Mahkamah Agung. Abuse of power, lampaui kewenangan," kata Viryan di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/6/2018).

Menurut Viryan, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah jelas diatur, bahwa kewenangan untuk mengoreksi substansi suatu peraturan perundang-undangan itu adalah ranah Mahkamah Agung.

Aturan itu tertulis pada pada pasal 9 ayat 2 UU tersebut. Bunyinya adalah dalam hal suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. 

Kompas TV KPU kembali mendesak Menkumham untuk segera mengundangkan PKPU tentang larangan mantan koruptor untuk mencalonkan kembali menjadi calon legislatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com