JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yakin pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan bisa segera dituntaskan.
Meski, Kalla sadar, sampai saat ini masih ada sejumlah pasal yang menjadi sorotan dan perdebatan tajam berbagai pihak.
"UU terorisme dalam waktu lima hari selesai. Ini masih ada waktu tiga bulan poin-poin itu bisa disepakati bersama," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden RI, Jakarta, Rabu (39/5/2018).
Diberitakan, DPR menargetkan RKUHP dapat disahkan sebelum 17 Agustus 2018.
Baca juga: Di Depan Jokowi, Ketua DPR Janjikan KUHP Jadi Kado HUT RI ke-73
Karenanya, menurut Kalla, tiga bulan adalah waktu yang cukup untuk menuntaskan pembahasan RKUHP.
"Saya yakin kalau DPR bisa, tiga bulan waktu yang cukup menyelesaikan soal itu," tegas Kalla.
Soal pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, serta pasal penghinaan pemerintah, Kalla berpendapat pasal tersebut sah-sah saja diatur. Sebab di banyak negara, penghinaan kepada kepala negara dan pemerintah diatur oleh undang-undang.
"Bagaimanapun sebagai suatu negara, kalau presiden tidak dihormati, wakil presiden tidak dihormati, ya salah," kata dia.
"Kalau mengkritik dengan benar itu tidak ada soal. Tapi kalau memang menghina. Di Thailand menghina anjingnya saja masuk penjara," ujarnya.
Sementara, soal pasal perzinahan dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), Kalla menampik pengaturan itu akan menjadi ancaman kriminalisasi di ranah privat.
"Kriminalisasi itu selalu ada hubungannya dengan sistem pemerintahan yang otoriter. Kalau pemerintahannya itu demokratis aman kita," tegas dia.
Sebelumnya, DPR telah memperpanjang pembahasan RKUHP pada April lalu. Sebab, ada beberapa pasal yang menjadi perdebatan dan polemil di tengah masyarakat.
Baca juga: RKUHP Bakal Rampung, Ketua DPR Minta KPK Tak Khawatir Hilang Kewenangan
Pemerintah terus berkomunikasi dengan legislatif agar RKUHP dapat disahkan sebelum masa jabatan DPR berakhir pada 2019.
Dalam proses pembahasannya, RKUHP mendapat sorotan publik karena sejumlah pasal yang dianggap kontroversial.
Misalnya, RKUHP mendapat penolakan dari masyarakat karena memasukkan perluasan pasal zina. Aturan ini dinilai mengancam adanya kriminalisasi di ranah privat. Pasal zina juga dianggap berpotensi mengkriminalisasi korban pemerkosaan dan kelompok rentan.
Pasal lain yang menjadi sorotan adalah pasal penghinaan presiden dan wakil presiden, serta pasal penghinaan pemerintah. Pasal ini dikhawatirkan mengancam kebebasan berekspresi masyarakat dan menjadi alat pemerintah untuk membungkam kritik.