JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
Sidang pendahuluan PK rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018).
"Ya, intinya perjuangan keadilan PK itu disediakan untuk pencarian keadilan yang tercecer. Saya merasa, berdasarkan fakta-fakta, bukti-bukti yang terungkap di persidangan, putusan yang dijatuhkan kepada saya itu jauh dari keadilan," ujar Anas saat ditemui di PN Jakarta Pusat, Kamis.
Baca juga: Hukuman Anas Urbaningrum Jadi 14 Tahun, Bayar Rp 57 M, dan Hak Dipilih Dicabut
Menurut Anas, seluruh persidangan yang ia jalani mulai dari tingkat pertama hingga ke Mahkamah Agung tidak ada yang berbasiskan kepada fakta dan bukti yang terungkap di persidangan.
Anas merasa dirinya diperlakukan secara tidak adil.
Anas merasa yakin pengajuan PK akan dikabulkan oleh Hakim Agung. Menurut Anas, pengajuan PK dilandasi adanya bukti baru, serta diperkuat dengan argumentasi yang kokoh untuk menjadi dasar pertimbangan majelis hakim.
"Buat saya, ini adalah perjuangan keadilan. Mudah-mudahan kesempatan yang baik ini betul-betul saya diadili, sehingga putusannya nanti putusan yang adil," kata Anas.
Baca juga: Dari Lapas, Anas Urbaningrum Tulis Surat This is Not My War
Sebelumnya, Mahkamah Agung memperberat hukuman terhadap Anas Urbaningrum, setelah menolak kasasi yang diajukannya.
Anas yang semula dihukum tujuh tahun penjara kini harus mendekam di rumah tahanan selama 14 tahun.
Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.
Krisna menjelaskan, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.
Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasi, maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Apabila masih juga belum cukup, ia terancam penjara selama empat tahun.
Majelis hakim yang memutus kasus tersebut terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.
Baca juga: Anas Urbaningrum Merasa Jadi Korban Kriminalisasi Layaknya Antasari
MA mengabulkan pula permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.
Majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.