Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Setya Novanto, KPK Terbantu dengan Peranan "Justice Collaborator"

Kompas.com - 25/04/2018, 08:26 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan, dijatuhkannya vonis 15 tahun penjara terhadap mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto tak lepas dari peranan sejumlah justice collaborator (JC) KPK dalam kasus korupsi proyek KTP elektronik.

Adapun JC dalam kasus ini adalah Andi Narogong dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Hukuman ketiganya diperberat seusai melakukan banding di tingkat kasasi.

Hukuman Andi diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sementara hukuman Irman dan Sugiharto diperberat Mahkamah Agung.

"KPK terbantu dengan keterangan yang disampaikan sejumlah pihak yang berperan sebagai JC," ujar Febri di gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Baca juga: Setelah Setya Novanto, Siapa Aktor Besar yang Dapat Giliran Berikutnya?

Ia menilai, keberadaan JC sangat strategis dalam pengungkapan kasus korupsi. Febri mengakui bahwa JC membantu KPK dalam pengusutan kasus korupsi proyek KTP elektronik yang cukup kompleks dan membutuhkan kejelian yang tinggi.

"Karena itu, kami berharap semua pihak punya cara pandang dan visi yang sama bahwa JC kami butuhkan dalam pengungkapan kasus korupsi kompleks dan membutuhkan ketelitian lebih," ujar Febri.

KPK berjanji mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik.

Ia mengatakan, vonis 15 tahun penjara terhadap mantan Setya Novanto justru menjadi dorongan bagi KPK untuk terus mengusut kasus ini.

Baca juga: Hakim Anggap Gamawan Fauzi dan Sejumlah Mantan Anggota DPR Turut Terima Uang E-KTP

"Kami lihat lebih lanjut siapa saja pihak-pihak lain yang masih harus mempertanggungjawabkan perbuatannya terkait proyek KTP elektronik," ujar Febri.

KPK menduga, masih ada pihak lain yang bersama-sama melakukan korupsi dan mendapatkan keuntungan atau aliran dana dari proyek ini.

Selanjutnya, KPK akan mendalami peran pihak lain ini secara lebih rinci untuk pengembangan lebih lanjut.

"Tentu tidak bisa sebut nama. Namun, peran pihak lain akan ditelusuri. Cukup banyak, ya, dari kluster politik, birokrasi, ataupun swasta," ujarnya.

Baca juga: Setya Novanto: Saya Sangat Syok

Soal putusan 15 tahun penjara untuk Novanto, KPK mengapresiasinya.

KPK mengapresiasi putusan vonis 15 tahun penjara terhadap Setya Novanto. Menurut Febri, hakim telah menunjukkan secara rinci berbagai pertimbangan dan kesimpulan yang sesuai dengan tuntutan dari KPK.

"Terutama dalam dugaan penerimaan 7,3 juta dollar Amerika Serikat. Ada jam tangan dan hukuman tambahan pencabutan hak politik selama lima tahun. Meskipun masih ada selisih satu tahun dibandingkan dengan tuntutan KPK yang 16 tahun," kata Febri.

Kompas TV Selain divonis 15 tahun penjara, Setya Novanto wajib bayar kerugian negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com