Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MKD: Pemberhentian Novanto sebagai Anggota DPR Tunggu Putusan Inkrah

Kompas.com - 24/04/2018, 21:27 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pemberhentian Setya Novanto sebagai anggota DPR harus menunggu putusan pengadilan tindak pidana korupsi inkrah atau mempunyai kekuatan hukum tetap.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

"Posisi Novanto ini memang banyak yang tanya kepada MKD. Ya, kalau lihat UU MD3 itu harus inkrah, tapi nanti akan kami bicarakan karena beberapa teman minta itu diagendakan (rapat internal MKD)," ujar Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/4/2018).

Pasal 237 Ayat (3) UU MD3 menyatakan, anggota DPR yang terbukti melanggar ketentuan larangan korupsi, kolusi, dan nepotisme berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah dikenai sanksi pemberhentian sebagai anggota DPR.

(Baca juga: Golkar Doakan Novanto Tabah Jalani Hukuman)

Meski majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis Novanto 15 tahun penjara dalam kasus korupsi e-KTP, namun Novanto dapat mengajukan upaya hukum banding dan kasasi.

Sehingga, saat ini putusan pengadilan belum memiliki kekuatan hukum tetap.

Di sisi lain, lanjut Dasco, pemberhentian Novanto bisa terjadi apabila juga tergantung dari sikap fraksi-fraksi partai di MKD atau yang bersangkutan mengundurkan diri.

Terkait hal itu, MKD akan menggelar rapat internal untuk meminta sikap dan pandangan fraksi terkait status Novanto.

"Ya bisa begitu (mengundurkan diri), bisa tergantung nanti hasil rapat. Biasanya ada opsi-opsi di rapat, tapi yang penting acuannya undang-undang," kata Dasco.

Setya Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4/2018).

(Baca juga: JK: Vonis 15 Tahun Novanto "Warning" bagi Pejabat Negara)

Novanto juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, politisi Partai Golkar itu terbukti melakukan korupsi proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni pidana 16 tahun penjara dan membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, majelis hakim mewajibkan Novanto membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.

Jika menggunakan kurs rupiah tahun 2010, totalnya sekitar Rp 66 miliar.

Majelis hakim juga mencabut hak politik mantan Ketua DPR itu selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Hal itu sesuai tuntutan jaksa KPK.

Kompas TV Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara soal putusan Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tesenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com