JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asyari mengaku khawatir, pemilihan umum dengan sistem noken mengakibatkan distorsi terhadap suara pemilih.
Ia mengatakan, semestinya yang dipilih sesuai dengan pilihan warga.
“Misalnya warga sebetulnya mau memilih si A kepala sukunya, semestinya kan si A, tetapi digeser ke si B,” katanya di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (23/4/2018).
(Baca juga: KPU Minta Daerah Tetap Konsisten Tinggalkan Sistem Noken)
Sebagai informasi, dari delapan pilkada di Papua, hanya dua pilkada saja yang tidak menggunakan sistem noken yakni Pilkada Provinsi Papua dan Pilkada Kabupaten Biak Numfor.
Enam daerah masih akan menggunakan sistem noken dalam pilkada yakni Deiyai, Jayawijaya, Mamberamo Tengah, Mimika, Paniai, serta Puncak.
KPU, kata Hasyim, berupaya mendorong supaya praktek penggunaan noken itu dievaluasi, mana yang masih relevan dan mana yang menggunakan pemilihan langsung.
“Kenapa didorong dikurangi, karena asas pemilu kan langsung,” katanya.
Hasyim Asyari mengatakan, masih mempelajari ketentuan penggunaan sistem noken di wilayah Papua.
“Belum bisa memastikan, karena belum dikotakkan, masih dikaji terus,” jelasnya.
(Baca juga: Komnas HAM: Jika Sistem Noken Disalahgunakan, Hak Memilih Bakal Tidak Tersalurkan)
Ia menjelaskan daerah yang akan menggunakan sistem noken itu wewenang dari KPUD Kabupaten/Kota.
Dalam hal ini, ucap Hasyim, KPUD Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang menetapkan daerah mana yang menerapkan sistem noken.
Kondisi masyarakat Papua sendiri ada yang mengakui bahwa sistem noken, yang mengalami proses legalisasi lewat putusan MK nomor 47-81/PHPU.A-VI/2009, sebagai budaya asli Papua yang rentan penyalahgunaan.
Sistem noken ini sangat rawan kecurangan dan seringkali berujung pada Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).
(Baca juga: Sistem Noken Rentan Dicurangi, KPU Cari Formulasi Administrasi Kepemiluan yang Tepat)
Ada dua mekanisme penggunaan sistem noken. Pertama, penggunaan noken untuk menggantikan kotak suara. Surat suara diletakan di dalam tas noken yang biasanya dipegang oleh para saksi dari pasangan calon.
Kedua, sistem noken dimana kepala suku memilih untuk dan atas nama pemilih di kelompok sukunya. Kedua mekanisme ini sama-sama tidak bersifat rahasia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.