Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR Tak Setuju KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Kompas.com - 18/04/2018, 15:47 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Soesatyo tidak setuju Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif.

"Tidak perlu ada aturan yang mengatur itu sebenarnya," ujar Bambang ketika dijumpai di Gedung Bidakara, Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Bambang berpendapat, sebaiknya partai politik saja yang menyeleksi apakah seorang mantan narapidana perkara korupsi bisa maju menjadi calon wakil rakyat atau tidak.

Lagipula, beberaa undang-undang telah mengatur mengenai itu. Misalnya pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 18 huruf d serta KUHP Pasal 10 huruf b dan Pasal 38.

Baca juga : KPU Siapkan Dua Opsi Larangan Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg

Bambang mengatakan, mekanisme itu lebih adil. Sebab, keputusannya diambil oleh hakim melalui proses peradilan yang juga sesuai dengan prinsip keadilan.

"Kan ada terdakwa yang diputus dicabut hak-hak politiknya. Nah di situlah nilai keadilan itu berada, melalui keputusan hakim," ujar Bambang.

Artinya, jika pelarangan napi korupsi diatur oleh peraturan setingkat Peraturan KPU, Bambang berpendapat, justru itu tidak adil bagi sang narapidana.

"Dia sudah menebus seluruh kesalahannya dengan dipenjara dan sekarang dia kembali ke masyarakat untuk mengabdi kepada masyarakat. Apa salahnya? Maka saya bilang, sudahlah, kembalikan ke partai politiknya saja," ujar dia.

Baca juga : Meski Rentan Digugat, KPU Tetap Larang Mantan Napi Korupsi Maju Pileg 2019

Selain ke parpol, Bambang juga berpendapat hal itu diserahkan ke masyarakat saja.

"Serahkan saja kembali ke masyarakat untuk memilih dia atau tidak memilih yang bersangkutan," lanjut dia.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyiapkan dua opsi untuk mengatur larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif.

Kedua opsi ini memiliki substansi yang sama, hanya perbedaan redaksional pada Peraturan KPU (PKPU) yang kini tengah dibahas.

“Norma tersebut akan dilakukan sebagaimana yang tertera dalam (rancangan) PKPU. Secara teknis opsi dua akan diberlakukan pada parpol, tapi tetap substansi sama tidak boleh caleg mantan napi korupsi,” tutur Komisioner KPU Wahyu Setiawan di kantor KPU, Selasa (17/4/2018).

Wahyu menjelaskan opsi pertama akan sesuai dengan rancangan PKPU tentang Pencalonan. Di dalam pasal 8 ayat 1 Huruf j rancangan PKPU menyebutkan bakal calon anggota legislatif (caleg) bukan mantan narapidana korupsi.

Apabila pasal ini tidak diterima, kata Wahyu, KPU akan membuat opsi kedua yang punya substansi yang sama, namun lebih masuk ke dalam ranah parpol. Opsi kedua ini memberikan syarat kepada partai politik melakukan rekrutmen caleg yang bersih.

Kedua opsi ini, tutur Wahyu, tidak hanya bisa memilih salah satu, melainkan saling menguatkan.

“Sebab kan substansinya sama. Jadi bukan berarti opsi A lebih keras dari opsi B,” ujar Wahyu.

Kompas TV Komisi Pemilihan Umum semakin mematangkan aturan yang melarang mantan narapidana korupsi mengikuti Pemilu Legislatif 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com