Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema MA antara Anggaran Terbatas dan Biaya Uji Materil Berbayar

Kompas.com - 10/04/2018, 09:39 WIB
Yoga Sukmana,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Mahkamah Agung (MA) menaikan biaya perkara uji materil bak punguk merindukan bulan. Sebab belum ada respon dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk mengundangkan aturan itu.

Padahal, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, MA sudah menyerahkan draf Peraturan MA (Perma) terkait dengan kenaikan biaya perkara uji materil ke Kemenkumham sejak Desember 2017 lalu.

"Ketentuan biaya Rp 5 Juta rupiah tersebut berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Hak Uji Peraturan Perundang Undangan di bawah Undang Undang," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Senin (9/4/2018).

(Baca juga: Dinilai Jauh dari Rakyat karena Naikkan Biaya Uji Materil, Ini Tanggapan MA)

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah ketika ditemui di Media Center, MA, Jakarta, Jumat (12/1/2018). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah ketika ditemui di Media Center, MA, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

"Saat ini masih di Kementerian Hukum dan HAM sehingga belum diberlakukan. Biaya tersebut digunakan untuk biaya proses pemanggilan dan pemberitahuan para pihak serta pengumuman putusan," sambung dia.

Rencana kenaikan biaya perkara uji materil lepas dari kegundahan MA. Selama ini ucap Abdullah, putusan harus dimuat dalam berita negara atau berita daerah. Mengumumkan putusan itu harus membayar, tidak gratis.

Menurutnya hal itu berdasarkan ketentuan Pasal 31 A ayat (8) UU Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung.

Di sisi lain, ungkap Abdullah, MA memiliki anggaran yang terbatas. Sehingga tidak mungkin untuk membayar penuh putusan putusan harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah, bahkan juga di media masa.

Bahkan, MA mengungkapkan bahwa biaya Rp 5 juta perkara uji materil tidak bisa menutup segala keperluan pengumuman putusan.

"Biaya Rp 5 juta sebenarnya tidak cukup untuk membayar pengumuman putusan di media cetak atau koran yang jumlah baris dan atau halaman putusan bisa puluhan atau bahkan ratusan halaman," kata dia.

(Baca juga: Mau Naikan Biaya Perkara Jadi Rp 5 Juta, MA Dinilai Kian Jauh dari Rakyat)

Di tengah situasi itu, kritik tajam terarah ke MA karena berencana menaikan biaya perkara uji materil. Hal ini dinilai akan membebani rakyat yang membawa perkara ke MA untuk mencari keadilan.

Meski meski begitu MA menerima segala bentuk kritikan publik atas rencana kenaikan biaya perkara uji materil. Namun, kritik itu diharapkan tidak hanya melecut MA untuk menjadi lembaga yudikatif yang lebih baik, namun juga mendorong pemerintah.

"Desakan tersebut merupakan aspirasi yang perlu mendapat perhatian. Seharusnya lebih tepat disampaikan kepada pemerintah atau negara agar pengumuman putusan itu gratis, baik melalui berita negara mapun media cetak atau koran," tuturnya.

Kompas TV Hanya 20 persen dari rekomendasi KY yang dijalankan oleh MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com