Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Ujaran Kebencian, Saatnya "Silent Majority" Bersuara di Tengah Ketidakwarasan

Kompas.com - 30/03/2018, 06:21 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah Buya Syafii Maarif menegaskan, kelompok besar masyarakat yang jarang mengungkapkan pandangannya (silent majority), harus bersuara dalam menghadapi Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Sebab, ujaran kebencian dan ancaman aksi kekerasan berupa persekusi dengan isu SARA akan berpotensi mengganggu jalannya proses pemilihan. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu ingin seluruh masyarakat bersuara dan melawan narasi kebencian dan persekusi secara bijaksana.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).KOMPAS.com/Ihsanuddin Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa (19/12/2017).
"Orang-orang normal jangan diam. Jangan diam. Kalau diam, nanti akan semakin merajalela," ujarnya di Wisma Antara, Jakarta, Kamis (29/3/2018).

Buya Syafii mengakui bahwa upaya tersebut berisiko bagi diri seseorang. Namun demikian, hal itu patut dilakukan untuk menegakkan kualitas demokrasi yang sehat. Sebab, seringkali ada pihak tertentu yang menggunakan identitas tertentu untuk memancing konflik yang tak terkendali.

Baca juga : Negara Jangan Anggap Remeh Pengaruh Ujaran Kebencian dan Hoaks

Ia berharap pihak-pihak yang menjunjung nilai keberagaman dan kemajemukan harus menjadi sosok perlawanan utama.

Upaya perlawanan aksi ujaran kebencian dan persekusi harus dilakukan dengan pikiran sejuk dan sikap yang tegas.

Menurutnya, jika penanganan dilakukan dengan cara-cara kekerasan, justru akan memperparah konflik di kalangan masyarakat.

"Dan saya sudah banyak bicara, kelompok yang menyalahgunakan identitas SARA akan menimbulkan bahaya. Kita harus berhadapan dengan sikao sejuk tapi tetap tegas," katanya.

Buya menilai, jika orang-orang berakal sehat memilih diam dalam menghadapi ujaran kebencian dan persekusi, maka efeknya akan meluas.

Baca juga : Banyak Hoaks, NU-Muhamadiyah Imbau Umat Perkuat Persatuan NKRI

"Kalau orang berakal sehat diam, ini akan membuat yang lain tidak waras, ujaran kebencian di medsos menjadi tak terkendali. Jadi tantangannya cukup berat," ujarnya.

Di satu sisi, pihak kepolisian juga tidak memberi tempat bagi pihak-pihak yang melakukan ujaran kebencian dan aksi persekusi.

"Kita berharap aparat begitu, jangan dibiarkan nanti muncul "polisi-polisi swasta" yang sewenang-wenang," katanya.

Ia mengingatkan agar Indonesia tidak menjadi Suriah, Irak, dan Mesir, yang menjadi rapuh akibat ujaran kebencian di dalam masyarakatnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com