JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah Buya Syafii Maarif menegaskan, kelompok besar masyarakat yang jarang mengungkapkan pandangannya (silent majority), harus bersuara dalam menghadapi Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Sebab, ujaran kebencian dan ancaman aksi kekerasan berupa persekusi dengan isu SARA akan berpotensi mengganggu jalannya proses pemilihan. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu ingin seluruh masyarakat bersuara dan melawan narasi kebencian dan persekusi secara bijaksana.
Buya Syafii mengakui bahwa upaya tersebut berisiko bagi diri seseorang. Namun demikian, hal itu patut dilakukan untuk menegakkan kualitas demokrasi yang sehat. Sebab, seringkali ada pihak tertentu yang menggunakan identitas tertentu untuk memancing konflik yang tak terkendali.
Baca juga : Negara Jangan Anggap Remeh Pengaruh Ujaran Kebencian dan Hoaks
Ia berharap pihak-pihak yang menjunjung nilai keberagaman dan kemajemukan harus menjadi sosok perlawanan utama.
Upaya perlawanan aksi ujaran kebencian dan persekusi harus dilakukan dengan pikiran sejuk dan sikap yang tegas.
Menurutnya, jika penanganan dilakukan dengan cara-cara kekerasan, justru akan memperparah konflik di kalangan masyarakat.
"Dan saya sudah banyak bicara, kelompok yang menyalahgunakan identitas SARA akan menimbulkan bahaya. Kita harus berhadapan dengan sikao sejuk tapi tetap tegas," katanya.
Buya menilai, jika orang-orang berakal sehat memilih diam dalam menghadapi ujaran kebencian dan persekusi, maka efeknya akan meluas.
Baca juga : Banyak Hoaks, NU-Muhamadiyah Imbau Umat Perkuat Persatuan NKRI
"Kalau orang berakal sehat diam, ini akan membuat yang lain tidak waras, ujaran kebencian di medsos menjadi tak terkendali. Jadi tantangannya cukup berat," ujarnya.
Di satu sisi, pihak kepolisian juga tidak memberi tempat bagi pihak-pihak yang melakukan ujaran kebencian dan aksi persekusi.
"Kita berharap aparat begitu, jangan dibiarkan nanti muncul "polisi-polisi swasta" yang sewenang-wenang," katanya.
Ia mengingatkan agar Indonesia tidak menjadi Suriah, Irak, dan Mesir, yang menjadi rapuh akibat ujaran kebencian di dalam masyarakatnya.