Sebab, ujaran kebencian dan ancaman aksi kekerasan berupa persekusi dengan isu SARA akan berpotensi mengganggu jalannya proses pemilihan. Pria yang akrab disapa Buya Syafii itu ingin seluruh masyarakat bersuara dan melawan narasi kebencian dan persekusi secara bijaksana.
Buya Syafii mengakui bahwa upaya tersebut berisiko bagi diri seseorang. Namun demikian, hal itu patut dilakukan untuk menegakkan kualitas demokrasi yang sehat. Sebab, seringkali ada pihak tertentu yang menggunakan identitas tertentu untuk memancing konflik yang tak terkendali.
Ia berharap pihak-pihak yang menjunjung nilai keberagaman dan kemajemukan harus menjadi sosok perlawanan utama.
Upaya perlawanan aksi ujaran kebencian dan persekusi harus dilakukan dengan pikiran sejuk dan sikap yang tegas.
Menurutnya, jika penanganan dilakukan dengan cara-cara kekerasan, justru akan memperparah konflik di kalangan masyarakat.
"Dan saya sudah banyak bicara, kelompok yang menyalahgunakan identitas SARA akan menimbulkan bahaya. Kita harus berhadapan dengan sikao sejuk tapi tetap tegas," katanya.
Buya menilai, jika orang-orang berakal sehat memilih diam dalam menghadapi ujaran kebencian dan persekusi, maka efeknya akan meluas.
"Kalau orang berakal sehat diam, ini akan membuat yang lain tidak waras, ujaran kebencian di medsos menjadi tak terkendali. Jadi tantangannya cukup berat," ujarnya.
Di satu sisi, pihak kepolisian juga tidak memberi tempat bagi pihak-pihak yang melakukan ujaran kebencian dan aksi persekusi.
"Kita berharap aparat begitu, jangan dibiarkan nanti muncul "polisi-polisi swasta" yang sewenang-wenang," katanya.
Ia mengingatkan agar Indonesia tidak menjadi Suriah, Irak, dan Mesir, yang menjadi rapuh akibat ujaran kebencian di dalam masyarakatnya.
Di sisi lain, Buya Syafii memperkirakan politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dalam Pilkada Serentak 2018 cenderung melemah dibandingkan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ia optimistis masyarakat di daerah lainnya telah belajar banyak dari pengalaman Pilkada DKI Jakarta yang dinilai penuh dengan persaingan yang keras dan tidak sehat.
"Mungkin sudah ada perubahan kok. Yang paling dekat tuh kan ada Jawa Tengah, itu akan aman. Jawa Timur juga saya rasa aman," katanya.
Buya menilai, kemajemukan yang dimiliki masyarakat Indonesia justru akan menyulitkan sebaran provokasi isu SARA. Selain itu, Buya juga menilai penggunaan politisasi SARA di daerah-daerah tak begitu kuat.
Namun demikian, Buya mengimbau agar masyarakat juga fokus pada politik uang. Ia menilai penggunaan politik uang jelang pilkada cenderung menguat dan memprihatinkan.
"Yang sulit itu menghadapi politik uang. Itu yang lagi menjadi problem. Kita mesti hadapi, karena (saat ini) lebih ganas politik uang sebenarnya," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/30/06210351/banyak-ujaran-kebencian-saatnya-silent-majority-bersuara-di-tengah